Sumpah Pemuda, Masihkah Relevan?

Setiap tahun sejak 1959, bangsa Indonesia memperingati “Hari Sumpah Pemuda”. Menurut Wikipedia*), peringatan ini berlandaskan Keppres No. 316 Tahun 1959 tanggal 16 Desember 1959 yang menetapkannya sebagai “Hari Nasional Bukan Hari Libur”. Walau begitu, tidak setiap tahun ada acara resmi apalagi di tingkat nasional diadakan untuk memperingatinya.

Meski di account media sosial resminya Presiden Joko Widodo mengunggah kartun yang sangat bagus terkait tema hari ini, tapi sepanjang yang saya tahu, tidak ada rencana mengadakan acara darat terkait. Hari ini, agenda resmi Presiden**) menyaksikan pengucapan sumpah Wakil Ketua merangkap Anggota Pimpinan KPK yang baru yaitu Johanis Tanak.

Johanis Tanak diangkat sebagai wakil ketua merangkap anggota pimpinan KPK berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 103/P Tahun 2022 tentang Pengangkatan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 20 Oktober 2022. Ia dilantik untuk menggantikan Lili Pintauli Siregar. Lili mengundurkan diri setelah diduga menerima gratifikasi saat menyaksikan Moto GP Mandalika dari sebuah BUMN.***) Jadi, tidak ada rencana acara apa pun terkait “Hari Sumpah Pemuda ke-94” di hari ini.

Hal ini bisa dimaklumi karena kondisi bangsa kita masih belum pulih benar akibat hantaman badai “pandemi Covid-19”. Sebagian besar anggaran negara terserap untuk mengatasi, menanggulangi, dan menangkalnya. Belum lagi memang kerumunan dalam jumlah besar masih belum bisa terselenggara maksimal.

Walau peringatan “Hari Sumpah Pemuda ke94 tahun 2022” ini tidak diadakan di tingkat nasional, sebagai warga bangsa kita tentu harus mengingatnya selalu. Karena kejadian inilah, para pemuda di tahun 1928 menegaskan identitas nasionalnya sebagai sebuah bangsa. Saat itu, Indonesia sebagai sebuah negara bangsa secara de jure (secara hukum) dan de facto (secara kenyataan) memang belum ada, tapi semangatnya jelas sudah ada. Dan semua itu membuat bangsa kita menyadari bahwa mereka yang berada dalam kungkungan kolonialisme Belanda dan dinamai “Hindia Belanda”, seharusnya tegak berdiri sebagai bangsa merdeka.

Perjuangan pun kemudian dialihkan menjadi multi sektor. Tidak hanya perjuangan bersenjata, tapi juga melalui pendidikan dan diplomasi. Sebagai hasilnya, kita mampu merdeka sebagai negara berdaulat pada 17 Agustus 1945.

Rasanya kita semua pernah mempelajari mengenai sejarah bangsa kita di sekolah dahulu. Silakan baca lagi catatan anda atau cari referensi tambahan bila perlu.

Apa yang hendak saya ulas secara singkat dalam tulisan ini adalah pertanyaan yang saya jadikan judul: “Sumpah Pemuda, Masihkah Relevan?” Kalau saya yang bertanya dan disuruh menjawab sendiri, jawabannya retoris: “Jelas! Masih relevan!”

Nah, kini yang jadi poin penting adalah argumennya.

Dalam pandangan saya, “Sumpah Pemuda 1928” ini justru tonggak penting sebagai pondasi berdirinya bangsa Indonesia. Tanpa adanya deklarasi tersebut, para pemuda berbagai suku bangsa tidak menyadari bahwa mereka adalah satu nusa, satu bangsa, satu bahasa. Para leluhur kita yang hebat tersebut mengesampingkan beragam perbedaan yang ada secara alamiah maupun karena konstruksi sosial. Tidak ada perbedaan suku bangsa, ras, warna kulit, ciri fisik maupun bahasa ibu yang ada secara alamiah. Apalagi perbedaan konstruksi sosial seperti agama, golongan, pilihan politik, atau pun keberpihakan pada satu pandangan -isme tertentu. Semua dilebur dalam satu konteks: ke-Indonesia-an.

Pemikiran beliau-beliau itu malah lebih maju daripada sebagian kecil orang saat ini yang hendak menarik mundur bangsa kita. Bahkan menarik mundurnya sangat jauh hingga ke abad pertengahan, ke zaman utopis khayali yang sebenarnya tidak se-ideal mereka bayangkan. Mereka yang hendak menomorsatukan satu kondisi di atas kondisi lainnya. Sebut saja, masih ada yang ingin Islam menjadi dasar negara dengan beberapa variasinya.

Padahal, para leluhur kita yang beragama Islam sudah “ikhlas” menetapkan bukan agama -termasuk Islam- yang akan jadi dasar negara. Walau “Pancasila” baru akan “digali” kemudian oleh Bung Karno pada 1 Juni 1945. Demikian pula suku Jawa yang mayoritas jumlah penduduknya pun “lilo“, saat bahasa ibu mereka yaitu bahasa Jawa, tidak dijadikan bahasa nasional. Faktor inilah yang begitu lekat menjadi “lem kohesivitas” bangsa kita. Karena awalnya kita semua memang berbeda, maka harus dicari faktor-faktor persamaan yang menjadi pemersatu. Dan di situlah para pemuda (dan pemudi) di tahun 1928 itu berhasil membuat terobosan, yang bahkan terus bergaung hingga kini.

Saya bisa menulis di sini dan anda membaca blog ini, adalah salah satu “turunan hasil” dari “Sumpah Pemuda”. Bayangkan bila saya menuliskan artikel ini dalam bahasa Jawa menggunakan aksara “honocoroko” atau “arab pegon”, tentu tidak mudah dibaca apalagi dipahami. Dan jelas, kalau itu terjadi, satu “nation” bernama Indonesia tak akan pernah lahir.

Relevansi Sumpah Pemuda dewasa ini justru makin kental karena kita menghadapi tantangan “disrupsi”, gangguan mendadak yang tak diduga dan tak dikehendaki. Salah satunya adalah “pandemi Covid-19”. Seberapa pun ada yang benci kepada Jokowi, harus diakui berkat kepemimpinannya yang “bertangan dingin” bangsa kita “survive“. Bahkan menjadi salah satu dari sepuluh yang terbaik di dunia. Dalam berbagai sigi lembaga dunia, Indonesia juga dipandang tangguh secara perekonomian. Sehingga tidak perlu terlalu kuatir menghadapi resiko ancaman resesi di seluruh dunia tahun 2023 mendatang.

Semua itu terjadi karena kita punya “Persatuan Indonesia”, yang diawali dengan “Sumpah Pemuda” tadi. Dan kita harus tetap menjaganya karena banyak sekali pihak-pihak baik asing maupun agen-agen mereka di dalam negeri yang tidak mau kita jadi bangsa maju. Kehendak dan tekad maju pemuda 1928, harus tetap digelorakan oleh pemuda-pemudi 2022 dan seterusnya. Sehingga kita bisa mantap menjawab pertanyaan di atas dengan yakin: “Pasti! Tetap dan selalu relevan!”

Keterangan:

*) id.wikipedia.org/wiki/Sumpah_Pemuda

**) presidenri.go.id/siaran-pers/presiden-jokowi-saksikan-pengucapan-janji-johanis-tanak-sebagai-wakil-ketua-kpk/

***) nasional.tempo.co/read/1650263/resmi-johanis-tanak-jadi-wakil-ketua-kpk-gantikan-lili-pintauli-siregar

Kredit Ilustrasi:

Sumber gambar ilustrasi fitur: detik.com/edu/detikpedia/d-6372045/sumpah-pemuda-28-oktober-2022-tema-logo-dan-maknanya (Di sana kreditnya dituliskan: Dok. Kemenpora/Sumpah Pemuda 2022)

Sumber gambar ilustrasi artikel dalam: twitter.com/jokowi/status/1585801103886536705/photo/1

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s