Konsep Keluarga

Dalam tulisan kemarin, saya mengutarakan belajar banyak dari pernikahan orangtua saya. Dan itu seperti semua hal lain di dunia, tidak hanya yang positif, namun juga yang negatif. Dari sanalah saya membentuk konsep keluarga yang saya anggap paling cocok bagi saya. 

Karena saya bukan figur publik, tak perlulah mengisahkan kehidupan keluarga ala infotainment. Namun, kehidupan keluarga kami tidak semulus kisah di film atau novel. Justru dari situlah saya menjadi dewasa. Dan di usia saya sekarang, insya Allah pengalaman hidup saya lebih banyak daripada kebanyakan orang. 

Pernyataan barusan memang terasa sombong. Namun, itu ditujukan untuk membalas kesombongan beberapa orang yang pernah berinteraksi cukup intens dengan saya. Mereka dengan mudah mengeluarkan kata-kata bijak untuk menasehati. Padahal, hidup mereka mulus lurus seperti “jalan tol”. Itu ibarat seorang pendaki gunung yang diberi nasehat cara mendaki gunung oleh orang yang ke gunung saja belum pernah.

Tidak ada konsep keluarga ideal. Bahkan meskipun diberi embel-embel agama. Yang ada adalah konsep keluarga yang cocok dengan kondisi dan situasi masing-masing.
Walau begitu, tetap ada standar. Pola asuh-didik anak misalnya, ada ilmunya. Dan itu bisa dipelajari dan diterapkan oleh siapa pun.

Apa pun konsep keluarga kita, merupakan hasil kesepakatan dengan pasangan. Jalankan dan pertahankan. Biarkan waktu dan perjalanan hidup mengujinya. Seraya memohon bantuan Tuhan tentunya.

{Tulisan ini merupakan bagian keempat dari serial “Pelajaran Kehidupan Dari Wafatnya Ayahanda”.}

[Tulisan ini semula diunggah sebagai status di account FaceBook (F.B.) utama penulis pada tanggal yang sama.]

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s