​Standar Pertemanan

Selain para pasangan, hanya satu teman dekat yang pernah bisa menebak dengan tepat bahwa saya ini “perasa”. Bertahun-tahun dengan berbagai metode saya berupaya melakukan “self mastery“. Ini dalam kerangka menuju kondisi yang di agama saya merupakan hakekat pencarian jatidiri: menjadi “insan kamil”. Kontrol diri penuh ini membuat saya tampil bak Pak Harto di hadapan umum: nir emosi. 

Satu indikator sederhana kedekatan seseorang kepada saya adalah apabila ia pernah melihat saya dalam kondisi paling senang, paling sedih, dan paling marah. Saya bisa tertawa terbahak-bahak, menangis tergugu, hingga murka mengamuk ala banteng ketaton. Bila seorang yang mengenal saya di dunia nyata tak pernah melihat saya dalam 3 kondisi itu, ia tidaklah sedekat itu relasinya dengan saya.

Semua itu saya lakukan untuk melindungi diri sendiri. Karena manusia -terutama orang kita- cenderung tak sensitif pada perasaan orang lain. Contoh paling gamblang adalah soal “jam karet”. Saya punya banyak pengalaman soal ini. Saya yakin anda juga. Bangsa kita terkenal soal itu, bukan?

Saya tidak menerapkan “standar tinggi” untuk pertemanan. Dalam konteks “pilih-pilih” secara kasta sosial atau parameter lain. Sebaliknya, sayalah yang selalu “tahu diri” dalam mengukur relasi dengan seseorang.

Buat apa misalnya, saya yang miskin papa ini memaksakan diri bergaul dengan orang yang tiap ketemu cuma bicara soal hobby-nya yang mahal. Sebaliknya, saya sendiri tidak nyaman berada di lingkungan “anak dugem”, karena saya tak suka dugem. 

Kenyamanan adalah kuncinya. Saya tak lagi perlu afirmasi dari “peer group” untuk bisa menerima & mencintai diri sendiri. Tahap perkembangan psikologis dan kognitif saya sudah teramat jauh dari situ.
 
Bila afirmasi dari “peer group” saja saya tak butuh, apalagi dari perorangan. Maka, saya cuma bisa menahan tawa ketika seorang teman dekat yang hidupnya lurus mulus bak jalan tol dan masih penuh dengan “inner child“, sok mau menasehati saya. Itu sama saja seperti seseorang yang cuma pernah ke toko buku Gunung Agung, tapi sok ngajarin cara mendaki gunung kepada orang yang sudah pernah mendaki Gunung Agung betulan!

Gambar ilustrasi dari laman penggemar TrUe FriEnd FoRever di FaceBook, diunduh dari hasil pencarian di Google Images.

[Tulisan ini semula diunggah sebagai status di account FaceBook (F.B.) utama penulis pada tanggal yang sama.]

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s