Kemarin, 10 Oktober, diperingati sebagai “Hari Kesehatan Jiwa Sedunia” (World Mental Health Day). Saya tidak hendak membahas soal sejarah atau hal-ihwal mengenai peringatannya, tapi mengenai yang diperingati itu sendiri: kesehatan jiwa.
Di negara kita, kesehatan jiwa masih amat sangat terpinggirkan. Perhatian pemerintah masih terbatas. Kementerian terkait terutama Kementerian Kesehatan dan Kementerian Sosial masih belum memberikan prioritas memadai atas isyu tersebut.
Padahal faktanya, semua orang memiliki masalah kejiwaan. Apa yang membedakan adalah jenis, gejala dan tingkatannya. Artinya, seharusnya lebih banyak perhatian yang harus diberikan.
Masalah terutama adalah stigma, bahwa persoalan gangguan kesehatan jiwa selalu identik dengan kegilaan. Padahal tidak. Digital Standard Manual yang disusun American Psychiatrist Association mencatat begitu banyak jenis gangguan kejiwaan.
Sekedar gambaran, bila anda takut pada sesuatu secara berlebihan tanpa alasan itu juga gangguan kejiwaan yang disebut “phobia”. Misalnya takut kecoak, takut gelap, takut ketinggian atau sekedar takut ruang sempit. Bahkan tidak suka hal tertentu seperti makanan -di luar alasan kesehatan atau kepercayaan- juga bisa jadi indikator adanya masalah kejiwaan.
Karena itulah semestinya kita mulai belajar peduli pada masalah kesehatan jiwa. Minimal empati pada orang-orang terdekat yang mengalami problema kehidupan. Mendengarkan ” curhat” saja seringkali sudah membantu kok.