Sebenarnya selama “retreat” dari medsos & aktivitas sosial untuk menunaikan hajat pribadi yang sangat penting, saya selalu mengamati perkembangan berita dan situasi. Banyak yang ingin saya tuliskan, tapi malah saya urungkan. Apa sebabnya?
Saya muak.
Muak pada diri sendiri. Apa iya tulisan saya berarti? Dengan cuma segelintir followers dan bukan siapa-siapa? Tentu beda dengan seleb medsos macam Ustadz Abu Janda Al-Boliwudi atau Eko Kuntadhi yang followersnya meski belum menyamai Jonru sudah sak-huhah. Juga beda dengan Dandhy Dwi Laksono yang tulisannya membuat “kebakaran jenggot” oknum parpol tertentu.
Tulisan saya? Hahaha. Kebanyakan malah disalahartikan. Apalagi bila pembacanya sudah ter-framing pikirannya lebih dulu. Tak berupaya “mengosongkan gelas” sebelum “minum”.
Tapi kemuakan saya lebih pada adanya disparitas antara tulisan dengan tindakan. Saya merasa menulis sudah cukup. Padahal sama dengan bicara, tanpa tindakan itu tak berarti.
Maka, di tengah segala keterbatasan, saya sedang mundur sesaat. Mencoba introspeksi, langkah konkret apa yang musti saya ambil. Karena musuh tidak tidur. Dan mereka tidak akan mengendurkan upayanya.
Semoga saya mampu mewujudkannya. Sebelum saya makin muak. Dan muntah.
[Tulisan ini pertama kali diunggah sebagai status di account FaceBook utama penulis pada tanggal yang sama.]