Salah satu sebab personal assessment diperlukan adalah karena orang seringkali menilai dirinya lebih baik daripada aslinya. Istilahnya “over estimate” atas kualitas dirinya.
Jauh lebih mudah melakukan personal assessment ini dalam lingkup pekerjaan. Karena tentu yang dinilai terkait dengan bidangnya. Namun, akan lebih sulit bila itu dilakukan sehari-hari. Termasuk dengan orang yang kita temui untuk berbagai keperluan. Tentu saja kita tak perlu melakukan itu kepada kasir minimarket atau supir ojek. Tetapi kepada rekan bisnis apalagi calon pendamping hidup jelas perlu.
Tentu bentuknya tak sama dengan yang diterapkan kepada pegawai. Minimal, kita melakukan profiling. Dari sana, kita melakukan perbandingan (comparison) untuk mencocokkan (matching). Karena di luar semua aspek obyektif, justru aspek subyektif berupa “rasa klik” yang sering disebut “chemistry” bermain.
Fit and proper test adalah salah satu sarana mengujinya. Namun, “rasa” kerapkali bermain lebih terutama bagi yang intuisinya terasah.
Mengenali diri sendiri penting pula untuk memilih pasangan. Karena bila tidak akan jadi seperti “pungguk merindukan bulan”. Kerapkali saya mendapati orang yang “over pede” dan “ngayal ketinggian”. Kagak bisa ngukur, istilah kate.
Cuma, jangan salah. Bukan semata faktor fisik yang jadi pertimbangan. Karena itu kita bisa melihat pasangan yang terlihat “njomplang” saat tampil di muka umum. Bisa jadi, salah satunya mampu memaksimalkan potensi dirinya. Dan itulah yang jadi “nilai plus” di mata pasangannya.
[Tulisan ini pertama kali diunggah sebagai status di account FaceBook utama penulis pada tanggal yang sama.]
Ilustrasi: http://www.littlerebelbuddha.com/