Saya bukan orang penting, cuma mungkin punya teman beberapa orang penting. Dan saya tidak delusi atau berhalusinasi jadi orang penting. Sungguh pun saya punya kecenderungan megalomania, toh saya tahu diri dan sadar posisi. Tidak ada gelar apa pun dicantumkan di nama saya bukan? Apalagi “ngaku-ngaku” macam-macam.
Seingat saya, tak pernah saya manfaatkan koneksi orang penting itu untuk mendapatkan kepentingan material pribadi. Paling ya untuk memohon bantuan sebagai pembicara atau hal-hal sosial lainnya. Malah, kalau ada kawan lama tiba-tiba sudah jadi pejabat, saya berusaha menghindarinya. Apalagi kalau saya tak ikut berjuang di sisinya saat dia masih belum apa-apa.
Manusia di dunia cenderung selfish dan egois. Mereka yang punya empati tinggi justru langka. Dan saya beruntung banyak bertemu dengan orang seperti itu. Bisa jadi karena -alhamdulillah- Tuhan memberikan saya sifat yang sama. Maka, saat menemui orang nir-empati, “alarm tanda bahaya” saya berbunyi. Apalagi kalau dia akan jadi “inner circle” saya. 1.000 % mustahil.
Saya juga tak pernah klaim ini-itu di medsos selain yang bisa dibuktikan. Tak ada klaim sukses-jaya, alim-mulia, dsb. Malah, lewat tulisan, saya menunjukkan saya pun bisa emosi. Cuma manusia biasa. Jaim jelas harus, tapi bukan pencitraan berlebihan. Foto dan video nyaris nol saya unggah di medsos. Kecuali beberapa karya hobby fotografi saya di IG.
Semua karena saya sadar cuma bayangan. Hitam samar. Tak dipedulikan. Sebab teman orang penting bukanlah orang penting itu sendiri.
[Tulisan ini pertama kali diunggah sebagai status di account FaceBook utama penulis pada tanggal yang sama.]
Catatan: Foto hanya sebagai ilustrasi “orang penting” saja.
Sumber foto: http://whitehouse.blogs.cnn.com/2011/05/26/picture-of-the-week-these-are-important-people/