Soekarno Di Mata Soekarnois “kapiran” (2)
Fenomena “nggak dianggep”-nya Bung Karno bahkan terjadi di dalam negeri sendiri. Tentu saja itu karena ulah Soeharto dengan rezim Orde Baru-nya. Saya yang lahir di masa itu tentu mendapati situasi “de-Sukarnoisasi” yang sudah massif. Ide besar si Bung Besar yaitu “marhaenisme” seolah haram. Bahkan peran beliau pun dimarjinalkan.
Salah satunya adalah tidak diakuinya sang proklamator tersebut sebagai “Penggali Pancasila”. Padahal jelas beliaulah yang pertama kali mencetuskan nama “Pancasila” dalam sidang Dokuritsu Junbi Cosakai*) pada 1 Juni 1945.
Menurut versi Prof. Dr. Mr. M. Yamin -yang nantinya dikukuhkan pula oleh Brigjen TNI (Purn.) Prof. Dr. Nugroho Notosusanto- urutan dan penyebutan sila-sila Pancasila versi Soekarno di sidang BPUPKI berbeda dengan yang kemudian ditetapkan Dokuritu Zyunbi Iin Kai **) pada 18 Agustus 1945. Karena memang dalam sidang BPUPKI muncul tiga versi Pancasila. Selain versi Ir. Soekarno, ada juga versi Dr. Soepomo dan Prof. Dr. Mr. M. Yamin sendiri.
Selama Orde Baru pula “Hari Lahir Pancasila” relatif tidak diperingati. Tanggalnya pun ditetapkan pada 18 Agustus, bukan 1 Juni. Bahkan “Hari Kesaktian Pancasila” diperingati lebih meriah setiap 1 Oktober. Barulah pasca reformasi 1998, perlahan tapi pasti nama besar Soekarno dalam kaitan dengan Pancasila dipulihkan. Dan puncaknya di era Jokowi ini dimana 1 Juni ditetapkan sebagai hari libur nasional.
(Bersambung)
*) BPUPKI: Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
**) PPKI: Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia