Keluarga saya bukan keluarga pahlawan pejuang yang dipuja aktivis dan media massa. Tapi saya bangga dengan konsistensinya.
1965.
Baik ayah maupun ibu saya Soekarnois. Tentu sejak muda, sebelum saling bertemu, menikah dan “menghasilkan saya” ini. 🙂
Ayah saya terpaksa tidak menamatkan S-1-nya di sebuah kampus negeri ternama karena harus lari bersembunyi dari rezim Soeharto yang baru melakukan kudeta merangkak. Saat itu beliau menjabat Ketua DPP GSNI dan pleno DPP PNI hasil Kongres IV Purwokerto pimpinan Ali Sastroamidjojo-Surachman. Oleh narasi Orba, sebagai lawan PNI tandingan bentukan Soeharto yang dipimpin Osa-Usep, PNI resmi malah dituding pro-PKI dan dilabeli “asu”. Padahal Pak Ali pernah menjadi Menlu dan sangat berjasa bagi Indonesia. Terbukti bahkan Kopkamtib pun tak bisa menangkap mereka karena tak ada dasarnya.
Ibu saya yang baru jadi mahasiswa di UI tahun 1965 nyaris terkena wajib lapor seminggu sekali. Semata karena sempat mendaftar GMNI yang pro Soekarno. Kedua orangtua saya tetap anti-Soeharto sepanjang Orde Baru.
1998.
Saya ikut di “baris belakang” pejuang reformasi. Menjadi pendiri dan Pemred pertama sebuah buletin bernama “Bergerak!” yang terbit di UI namun menyebar ke mana-mana. Meski tidak seheboh Apa Kabar atau Kabar Dari Pijar, di masa reformasi media tersebut adalah satu-satunya yang terbit harian. Karenanya, setidaknya sejarah mencatat nama saya sebagai lawan Soeharto dan rezim Orba-nya.
Dan kami konsisten. Kami tidak makan dari Orba. Tak ada proyek pemerintah yang kami kejar dan dapatkan. Saya pun demikian. Walau hampir semua adik ayah dan beberapa adik Ibu adalah PNS, namun sebagian besar Soekarnois.
Kami anti Orba dan Soeharto dari sononya. Kalau dibilang kami menikmati hasil pembangunan pemerintah saat itu, kami bayar lho. Pajak, retribusi, dan aneka pungutan lain selalu disetorkan. Dan bukankah itu kewajiban pemerintah yang berkuasa menyejahterakan warganya?
Jadi, kalau sekarang ada yang hendak membangkitkan mayat rezim yang sudah terkubur, sudah pasti saya akan melawan. Indonesia bukan Korea Utara, Republik dengan pemerintahan ala kerajaan yang berdinasti. Dan harap diingat, meski belum semua janji terpenuhi, pemerintahan sekarang sedang membenahi negeri. Membereskan “rumah kita bersama” yang berantakan selama 50 tahun, sejak Soeharto dengan Orde Barunya pada 1967 menancapkan cakarnya mengangkangi negeri kaya ini.
Oh ya, ini ada dokumen buku elektronik mengenai yang mana daripada Orde Baru. Silahken dapat diunduhkan secara percuma. Mari kita bersama-sama mentertawakan mereka yang hendak membangkitkan “arwah” rezim totaliter tersebut.
https://drive.google.com/file/d/0B8dGfC7oHbKWeHlwTHdUT2dsem8/view