Tanggal 14 Februari diperingati oleh dunia internasional sebagai “Hari Kasih Sayang” atau “Valentine Day”. Konon hal ini bermula dari perayaan zaman pagan, yang kemudian diberi “tempelan” keagamaan Katholik. Tidak ada rujukan data valid soal keterkaitan “Valentine Day” dengan St.Valentino.
Padahal, alasan itulah yang mendasari pelarangan perayaannya di sejumlah daerah di Indonesia. Aneh sebenarnya karena didasari pada pandangan stereotype, sejarah tak jelas dan sikap fasisme dengan acuan tafsir agama mayoritas.
Negara dan aparatnya seharusnya netral. Kalau dianggap “mengganggu iman” logikanya semua perayaan hari besar agama selain milik agama mayoritas dilarang. Tentu itu malah tidak bisa karena justru melanggar aturan perundangan yang lebih tinggi.
Sejak beberapa tahun terakhir Kemendagri sudah membatalkan ribuan Perda yang bernuansa bias agamis. Tentu saja karena bertentangan dengan Pancasila dan hukum yang berlaku. Tetapi sayangnya untuk perayaan budaya yang telah menjadi santapan kapitalisme malah diperlakukan sebagai sesuatu yang seolah haram.
Ironisnya, pesan “kasih sayang” yang dirayakan hari ini justru tertutupi oleh aura kebencian yang meruyak. Parahnya, kebencian itu diatasnamakan agama yang arti namanya adalah “damai”. Ini jelas sebuah kontradiksi mengerikan.
Ilustrasi meme dari linimasa FB, tidak diketahui siapa pembuatnya.