Saya orang yang sangat menghormati diri saya sendiri. Justru karena orang-orang yang mengenal saya sejak lahir tidak menghargai saya semestinya, saya membangun benteng self-esteem super kuat yang tak tertembus siapa pun. Ini kerapkali menjelma dalam tindakan dan ucapan yang tak jarang diartikan sebagai kesombongan. Bahkan saya diam dan tidak melakukan apa-apa untuk membalas fitnah dan ghibbah selama 37 tahun pun masih tetap dianggap arogan. Ketika saya bersuara, dianggap melawan dan kurang-ajar. Opo tumon?
Demikian pula dengan hubungan antar-manusia atau inter-personal dengan siapa pun. I really don’t need anyone. Because I’m those fucking lonewolf. Dan ini seringkali membuat saya dicap menyebalkan, menjijikkan bahkan memuakkan. Saya tahu kok semua omongan di belakang punggung itu.
Hanya saja, kalau orang-orang itu berkenan sedikit bersabar, niscaya akan tahu bahwa saya itu seperti durian. Karena di dalamnya mengandung buah yang manis dan lezat, maka dilindungi kulit berduri nan tajam.
Masalahnya, kerapkali mereka yang merasakan manisnya saya itu justru tak tahu terima kasih. Tak usah bahas dulu mantan pasangan yang jelas saya kategorikan seperti itu. Bahas saja mantan teman bisnis. Contohnya ada pasangan suami-istri yang perusahaannya saya sudah berikan proyek sub-kon berkali-kali selama bertahun-tahun. Eh, boro-boro berterima kasih, ujungnya malah adiknya mau menipu saya dan mereka membajak sekertaris kepercayaan saya.
Karena itu, maaf sekali saya jadi sangat kaku dalam berbagai hal. Terutama dalam soal kerjasama apa pun. Ini karena saya sangat mengenal diri saya sendiri, termasuk kelemahan saya. Karena kalau saya sudah membukakan pintu, saya akan “all out” bagi orang itu. So, trust is really a real holy grail for me.
Dalam soal mencari pasangan pun begitu. Saya tahu “harga” saya. Maka saya pun akan membuat taksiran pula pada “harga” pihak sana. Nah, terkadang pihak sana yang justru tidak mampu berhitung dengan baik. Pastinya menakar saya terlalu rendah sementara menimbang dirinya terlalu tinggi.
Saya pasti akan membuat “move” pertama. Tapi “move” saya berikutnya tergantung langkah pihak sana. Ini seperti bermain catur saja. Bedanya, saya tidak berusaha menang, melainkan mencari win-win solution.
Sulitnya, di usia saat ini, saya dinilai tak hanya dari hati, tapi juga dari hal lain. Yah, frankly speaking lah, materi.
Karena itu, jangan salah lho, saya tak pernah mengaku kaya atau sukses secara material. Saya makan cuma di warteg, ke mana-mana naik angkot, alas kaki saya sandal jepit, pendeknya saya ini wong cilik. Apanya yang istimewa?
Lihatlah mantan pasangan saya. Teman-temannya jadi saksinya. Bandingkan dia sebelum bersama saya dan setelah bersama saya. Jujurlah. Dari tadinya staf biasa yang tak dipedulikan menjadi direksi yang dihormati. Misalnya saat bersama saya, ia pernah naik pangkat 3 kali dalam 1 tahun saat bekerja di perusahaan besar.
Yes. I am the Queen Maker.
Kalau istilahnya Mario Teguh, saya adalah “pasangan yang menghebatkan”. Kami maju bersama dengan saya merelakan “diinjak” sebagai batu penjuru. Dan saya tahu pasti, seperti Hayati, dia menyesal tapi terlalu kecut untuk kembali.
So, di tahapan hidup saat ini, saya tidak akan memohon siapa pun dengan posisi apa pun untuk setia di sisi saya. Saya lebih baik kesepian sendirian daripada “sleeping with the enemy”. Karena saya yakin, Tuhan yang saya sembah bukan saja Maha Adil, tapi juga Maha Kaya dan Maha Cinta.
Dan itu sudah terbukti. Orang-orang baik terus berdatangan secara mengejutkan, masuk ke dalam hidup saya. Maukah Anda menjadi bagian dari hidup saya juga?
+++++++++++++++++++++++++++++++++
[Tulisan ini semula diunggah sebagai status di account FB utama penulis pada tanggal yang sama.]