Atas Nama Tuhan

Ilustrasi lukisan abad pertengahan tentang terjadinya Perang Salib

Ilustrasi lukisan abad pertengahan tentang terjadinya Perang Salib

Sejarah mencatat pertempuran paling akbar dan pembantaian paling besar selain karena sengketa antar negara, justru diatasnamakan agama. Delapan kali Perang Salib adalah bukti konkretnya. Dan itu masih bisa ditambah Reconquista, Perang Hugenot dan Perang 30 Tahun. Masih ada sejumlah perang lain baik antar agama maupun antar sekte atau aliran di dalam agama yang sama.
 
Tak heran John Lennon dalam lagunya “Imagine” (1971) yang terkenal menuliskan bait syairnya “Imagine there’s no countries/It isn’t hard to do/Nothing to kill or die for/And no religion too”. Lagu tentang perdamaian ini memang menuding negara dan agama sebagai penyebab ketidakdamaian manusia.
 
Maka tak heran kalau Karl Marx dalam A Contribution to the Critique of Hegel’s Philosophy of Right (1844) sampai menyimpulkan “Die Religion … ist das Opium des Volkes”. Agama adalah candu bagi masyarakat. Kenapa bisa begitu? Karena beragama memang membuat true believer seperti kecanduan. Candu paling utama justru karena agama mengatasnamakan Tuhan. Tuhan, entitas superbeing yang abstrak, yang diyakini sebagai “Yang Maha”.
 
Bertebaranlah klaim kebenaran atas nama agama. Masing-masing pihak beranggapan hanya dirinya sendirilah yang paling benar, seraya menyalahkan pihak lain. Dan tidak sekedar menyalahkan, melainkan juga membinasakan mereka yang tidak sependapat.
Hingga kini, Paus sebagai pemimpin tertinggi umat Katholik menyandang gelar “Vicarius fili Dei” atau “Wakil Tuhan di dunia”. Kaisar Jepang pun menyandang gelar “Amaterasu Omikami” atau “Putra Dewa Matahari”. Gelar-gelar serupa bertebaran di seluruh penjuru dunia bagi pemimpin agama, yang tak jarang justru dirangkap oleh pemimpin negara. Memang, sejak Renaissance dunia barat memisahkan agama dari kehidupan sehari-hari. Tetapi tetap saja, klaim kebenaran atas nama Tuhan bermunculan di mana-mana.
Tak pelak, radikalisme agama seolah menjadi niscaya. Padahal, kita tak lagi hidup di zaman abad pertengahan di mana dominasi agama begitu kuat. Saat ini, terasa ilmu pengetahuan malah seperti menyalib agama. Pencapaian ilmu pengetahuan dalam dua ratus terakhir telah mampu melahirkan solusi atas berbagai permasalahan hidup manusia. Padahal agama yang diklaim telah ada semenjak awal keberadaan manusia seolah stagnan pada problematika yang itu-itu saja.
Sebenarnya, andaikata saja para pengikut agama mau berhenti melakukan tindakan apa pun “atas nama Tuhan”, niscaya segala kekerasan tak akan terjadi. Karena semua yang mengatasnamakan “kemutlakan” tentu tidak mentolerir yang selainnya.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s