Indonesia beruntung menjadi satu-satunya negara yang dilewati Gerhana Matahari Total 2016. Dan karena bertepatan dengan hari libur nasional yaitu Nyepi, maka fenomena ini tak pelak menjadi tontonan gratis bagi warga. Berbagai kota yang dilewati fenomena alam menarik ini menggelar berbagai acara. Kecuali tentu saja di seluruh Pulau Bali yang tengah beribadah.
Sejak zaman purbakala, manusia telah melihat ke langit, mereka mengagumi benda-benda langit di sana. Berbagai agama, kepercayaan dan mitologi dilahirkan berdasarkan pengamatan ini. Pseudo-science seperti astrologi sebagai derivatif dari astronomi pun masih tetap hidup hingga sekarang.
Sekarang, dengan teknologi dan ilmu pengetahuan yang telah maju, kita tahu bahwa gerhana matahari sama sekali tidak terkait dengan “murka Tuhan”. Walau tentu saja, masih ada makna keagamaan di sana, karena tetap saja merupakan tanda kebesaran Tuhan. Karena itu, dalam Islam masih ada ritual shalat gerhana sebagai tanda ketaatan kepada Sang Maha Pencipta. Dalam era kuno, saya teringat bisa disaksikan antara lain dalam film Apocalypto (2006).
Di masa lalu, tentu saja para pemuka agama kuno memanfaatkan gerhana sebagai momentum untuk menjustifikasi ritual mereka. Dan wajar juga bila manusia lain ketakutan. Karena efeknya memang menggentarkan, matahari menghilang selama beberapa saat. Bumi gelap-gulita, padahal sedang siang hari. Bisa jadi, manusia ketakutan itulah saat akhir dunia.
Nyatanya, hingga kini, kiamat atau akhir dunia tak kunjung datang. Usia Bumi diperkirakan sudah 4,54 miliar tahun, dengan manusia baru menghuninya sejak 145 juta tahun lalu. Bila temuan ilmu pengetahuan disandingkan dengan kepercayaan agama Abrahamic, berarti usia Adam yang diyakini sebagai manusia pertama itu juga sudah selama itu. Dan sejak itu, manusia masih menunggu “pengadilan hari akhir” pasca kiamat. Walau tentu tidak semua agama dan kepercayaan mempercayai adanya kiamat.
Gerhana Matahari Total di 2016 ini hanya berlangsung paling lama sekitar dua menit. Dan kita tak lagi takut atau kuatir bahwa itu tanda kiamat. Malah, banyak warga menyambutnya sukacita sebagai tontonan dan hiburan. Tak usah mempersoalkan apalagi mengkafirkan mereka yang memilih berwisata. Semoga saja dari fenomena alam langka ini, ada aspek ilmu pengetahuan baru yang bisa dipetik bagi kemajuan Indonesia.
Featured image: pulsk.com