
Mahkota yang dicopot dari MIss Universe Kolombia disematkan ke Miss Universe Filipina. (Foto: cnn.com)
Menyaksikan siaran tunda malam penganugerahan gelar Miss Universe 2015 di Indosiar menyenangkan buat saya. Acara ini aslinya diadakan pada hari Minggu (20/12) lalu di hotel The Axis yang berada di Las Vegas-Nevada, Amerika Serikat itu meriah. Diikuti oleh 81 kontestan, namun 1 orang mundur karena mendadak sakit yang menyebabkan mulutnya tertarik ke kiri. Fakta ini menarik karena secara humanis panitia membolehkan peserta itu, yaitu Miss Universe Slovenia Ana Haložan untuk tetap tampil di panggung meski tidak berkompetisi. Ia tampil setelah para finalis di 15 besar tampil, dengan mengenakan gaun malamnya.
Ada fakta lain yang juga menarik di balik penyelenggaraannya. Karena inilah untuk pertama kalinya ajang Miss Universe pageant diadakan oleh WME/IMG, yang membeli the Miss Universe Organization pada 14 September 2014 dari Donald Trump. Ini menarik karena di balik kerjasama bisnis itu, ternyata disebabkan oleh pencalonan diri Trump sebagai kandidat Presiden dari Partai Republik. Dimana ia pernah menyatakan menentang imigran dari Meksiko. Padahal, pemirsa Miss Universe di seluruh dunia yang diklaim mencapai 1 milyar orang termasuk dari Meksiko dan negara penutur bahasa Spanyol lainnya. Hak penyiaran tahun ini pun untuk pertama kalinya dipegang oleh Fox dan Azteca yang menggantikan NBC dan UniMás.
Tapi bagi penonton awam seperti saya, keterkejutan paling “gong” ada di akhir acara. Dimana pembawa acara Steve Harvey mengumumkan pemenang Miss Universe 2015 adalah Ariadna Gutiérrez dari Kolombia. Miss Universe 2014 Paulina Vega juga telah menyematkan mahkotanya yang konon seharga US$ 300,000 itu kepadanya. Apa lacur, beberapa menit kemudian Steve Harvey menyadari kesalahannya dan mengumumkan kalau Miss Universe Filipina Pia Alonzo Wurtzbach yang telah didapuk jadi 1st runner up adalah Miss Universe 2015.
Ini adalah prestasi besar bagi Filipina. Sementara bagi Indonesia, sebenarnya yang terjadi kemunduran. Tahun 2014, melalui Puteri Indonesia 2014 Elvira Devinamira kita selain meraih Top 15 juga Best National Costume. Sementara tahun ini melalui Puteri Indonesia 2015 Anindya Kusuma hanya meraih Top 15 saja. Sebagai catatan, sepanjang 14 kali keikustertaan di Miss Universe, hanya 4 kali kita meraih peringkat Top 15. Tidak pernah lebih daripada itu.
Sayangnya, setahu saya pemerintah tidak pernah secara resmi mendukung keikutsertaan kita di ajan semacam ini. Tidak hanya Miss Universe, tapi juga Miss World dan semacamnya. Mereka takut pada kelompok agama garis keras karena dalam ajang ini ada bagian penampilan dengan pakaian renang yang dilombakan. Sayang sekali karena sebenarnya bagaimanapun ini adalah upaya mempromosikan Indonesia di pentas internasional. Sudah saatnya pemerintah rezim baru berubah pikiran dan mendukung penuh pariwisata Indonesia bukan?