Gara-Gara Twitter

Foto Jokowi bersama Nikita Mirzani yang lantas ditulis dengan hashtag #PapaDoyanLonte"

Foto Jokowi bersama Nikita Mirzani yang lantas ditulis dengan hashtag #PapaDoyanLonte”

Saya mengamati dari lalu-lintas pemberitaan baik di media massa maupun media sosial, bahwa kini ancaman penangkapan terhadap mereka yang dianggap menghina Kepala Negara dan pemerintah sudah dilakukan. Salah satu yang ditangkap adalah Y. Paonganan, salah satu Jokowi hatters di Twitter. (Saya tahu dari membaca artikel yang masuk sebagai “tren di Google” di Kompasiana yaitu “Y.Paonganan Ketakutan Ditangkap Polisi).

Sebagai salah satu sekrup kecil dari Tim Kampanye Nasional Jokowi-JK yang bekerja sebagai “tim penyapu” di media sosial, saya merasakan benar betapa Pilpres 2014 lalu adalah yang paling keras sepanjang sejarah sejak Orde Baru. Saya sendiri selalu memimpin tim di bidang media -termasuk media online dan media sosial- sejak Pilpres 2004, 2009, dan 2014. Dalam Pilpres lalu saya bekerja di bawah koordinasi langsung para pimpinan Tim Kampanye Nasional. Saya bukan tim resmi sebenarnya, awalnya relawan, tapi kemudian direkrut sebagai “shadow team”. Tim kami membuat website dan memantau media sosial. Dengan giat kami membantah berbagai isyu yang berkembang. Bahkan, secara fisik kami mencetak tak kurang dari 1 juta tabloid untuk dibagikan ke berbagai tempat. Jadi, saya sangat merasakan kerepotannya.

Dan ternyata, para hatters itu tak berhenti pasca pemerintah bekerja. Kalau dibilang SBY mengalami hal serupa. Tidak. Jelas sekali berbagai lembaga survei mencatat bahwa “serangan” kepada Jokowi-JK adalah yang paling buruk sepanjang Pemilu sejak Orde Baru. Bisa jadi, ini hanya dikalahkan oleh kegarangan politik masa Demokrasi Terpimpin di era Orde Lama. Agitasi dan propagandanya luar biasa. Saya sendiri sempat menulis makalah ilmiah soal ini.

Sebenarnya, amat sangat sayang kalau seorang pengusaha bergelar Doktor seperti Y. Paonganan sampai ditangkap cuma gara-gara Twitter. Tapi memang saya amati, cuitannya luar biasa kasar. Dia tak segan menggunakan diksi seperti “lonte”. Ini adalah bahasa Jawa untuk “pelacur murahan”. Jadi, sudah pelacur sendiri adalah profesi yang dianggap rendah, ini masih murahan. Jadi, lebih rendah dari yang rendah, atau derajatnya paling rendah.

Saya pribadi amat sangat berhati-hati di dunia internet. Kenapa? Karena ancamannya di UU ITE cukup mengerikan. Alangkah ironisnya hidup kita terpaksa dijalani di penjara cuma gara-gara menuliskan 120 karakter di Twitter bukan? Maka, hati-hatilah selalu di media sosial.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s