Liburan Akhir Tahun

pilih-destinasi-wisata

Di akhir tahun 2015 ini, ada dua hari libur keagamaan berdekatan, yaitu Maulid Nabi dan Natal. Selain itu, banyak kantor yang memberikan liburan akhir tahun. Bahkan, pegawai yang kantornya tidak memiliki kebijakan ini pun bisa saja mengambil cuti tahunan selama 14 hari.

Kebanyakan keluarga sudah merencanakan hal ini jauh-jauh hari. Bagi yang beragama Nasrani, bisa jadi akan “mudik” ke kampung halaman sebagaimana umat Muslim saat Lebaran. Sementara bagi yang tidak merayakan Natal pun bisa jadi akan liburan ke luar kota atau malah ke luar negeri.

Dengan naiknya pendapatan per kapita masyarakat Indonesia yang rata-rata sudah menembus angka US$ 3,000 per tahun, maka liburan pun menjadi gaya hidup baru. Seolah untuk menunjukkan kapasitas ekonomi yang meningkat, berbagai destinasi wisata pun jadi incaran. Sayangnya, justru kebanyakan “Orang Kaya Baru” itu menyasar tujuan wisata di luar negeri. Padahal, di dalam negeri banyak sekali tempat yang justru tak kalah indahnya, beberapa malah lebih indah.

Sebagai orang Indonesia, saya pun merasakan betapa malunya saat bertemu teman berkebangsaan asing yang ternyata sudah pernah mengunjungi tempat wisata di Indonesia. Selain Bali, Lombok dan Jakarta, ada berbagai tempat yang terhitung “seksi”. Contohnya adalah Raja Ampat dan Toraja. Sayangnya, untuk ke sana, memang diperlukan persiapan cukup. Terutama sekali karena biayanya tidak murah. Jauh lebih murah pergi ke Singapura atau Malaysia memang. Biaya transportasi dan akomodasi-nya terhitung bintang lima sehingga sulit bagi yang “berkantong cekak”.

Tak heran tempat-tempat yang “murah-meriah” banyak jadi tujuan, terutama yang dekat Jakarta. Mulai dari Puncak, Cibodas, hingga Bandung. Tetapi, tak banyak yang mampu ke Pulau Seribu juga rupanya. Karena meski dekat Jakarta dan transportasinya terhitung tak mahal, namun akomodasinya yang harus menyewa semacam resort atau villa terasa cukup berat bagi kelas menengah (SES B).

Ke mana pun tujuan wisata kita, ingatlah itu sebenarnya kebutuhan “mewah”, bahkan bukan tersier. Wisata cuma “gaya hidup” belaka, bukan “kebutuhan hidup”. Jangan sampai memaksakan diri untuk melakukannya. Apalagi bagi yang masih belum berkeluarga, janganlah terpengaruh teman yang memang “anak orang kaya”. Karena selama jadi pegawai dahulu, saya seringkali heran melihat teman-teman menghabiskan uang gaji yang ditabung susah-payah selama setahun cuma untuk liburan akhir tahun belaka. Bukankah masih banyak hal lain yang perlu dalam hidup?

Ilustrasi: 1001malam.com

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s