Kutipan di atas berasal dari Bible, Matius 5:44 yang berbunyi: “Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.” Meskipun saya Muslim, izinkan saya menggunakan kutipan itu karena maknanya dalam.
Saya pikir, ucapan Yesus itu selaras dengan kutipan yang saya ambil dari film The Godfather: Part II (1974) yang dijadikan ilustrasi di atas:
“Keep Your Friends Close But Your Enemies Closer”
“Jaga Temanmu Tetap Dekat Tetapi Musuhmu Lebih Dekat Lagi”
Kenapa bisa begitu? Karena musuh justru merupakan pihak yang meluangkan waktu, pikiran, tenaga, bahkan mungkin hartanya untuk mencari kelemahan kita. Ia seringkali tidak sekedar bicara saja, tapi juga bertindak menyerang.
Kalau dalam kerangka “Learning Intelligence”, sebenarnya itu adalah semacam “spionase” dari pihak musuh. Kita diintai untuk dihancurkan. Tetapi, justru kalau kita tahu apa yang diintai, kita malah tahu di situlah titik lemah kita. Sehingga, bisa kita tutup untuk mencegah serangan datang.
Sebagai contoh konkret, perusahaan teknologi informasi terutama yang bergerak di bidang keamanan sistem justru sering mengundang para hacker berlomba menjebol sistem yang mereka buat. Mereka dibayar justru untuk merusak! Aneh bukan? Tidak. Karena justru dengan begitu, ada dua manfaat sekaligus. Pertama, para hacker yang sudah dibayar itu tentu tidak mau merusak sembarangan lagi sumber mata pencahariannya. Kedua, pihak perusahaan TI jadi tahu bug dalam sistem mereka. Dan celah itu pun lantas diperbaiki dengan penambahan fitur keamanan.
Sehari-hari, kita bisa amat di pentas nasional para haters begitu kerap menyerang Jokowi. Kalau Presiden dan timnya jeli, justru itu merupakan lahan informasi berharga. Mereka jadi tahu titik lemah pemerintahan yang mereka jalankan, dengan begitu bisa membuat kebijakan yang lebih baik. Istilahnya, para pembenci dan musuh itu justru menunjukkan, “Ini lho, kamu bisa lebih baik lagi dengan begini.”
Mereka ibarat cermin, yang justru menunjukkan kekurangan kita saat berdandan. Misalnya saja bagi wanita lipstiknya tercoreng atau retsleting celana belum terpasang sempurna bagi pria. Kita bisa melihatnya hanya dari cermin. Itulah fungsi musuh dan pembenci yang justru bisa kita manfaatkan. Maka, tak heran, Yesus sampai mengajarkan kalimat yang saya kutipkan di awal tulisan ini.
Dalam Islam, teladan yang sangat baik juga diajarkan oleh Rasulullah Muhammad SAW. Berkali-kali beliau dihina, dilecehkan, bahkan diancam keselamatan jiwanya, tetapi tidak membalas, meskipun mampu. Bahkan, salah satu musuhnya kemudian jadi sahabat terdekatnya, yaitu Umar bin Khattab r.a., yang kemudian menjadi Khalifah kedua. Padahal, sewaktu masih kafir dan musyrik, ia malah pernah hendak membunuh Rasulullah.
Tujuan idealnya memang itu: menjadikan musuh berbalik sebagai sahabat. Tetapi di dunia nyata kita, sangat sulit. Pertama-tama justru karena pribadi kita sendiri tidaklah semulia Rasulullah Muhammad SAW atau Yesus. Kita masih gemar marah dan mendendam. Apalagi saya yang berkali-kali disakiti.
Tetapi, justru dengan kesadaran baru, saya mencoba merubah pemikiran, hati, dan sikap saya sendiri. Karena saya tahu, manfaat terbesar justru saya yang mendapatkan apabila mampu menjadikan musuh saya sebagai sahabat.
Ping-balik: Milestone Lagi! | LifeSchool by Bhayu M.H.·