Seberapa jauh peran Tuhan dalam kehidupan manusia?
Jawabannya tergantung pada seberapa dalam, tinggi, atau luas iman seseorang. Bila ia seorang yang religius, tentu akan disandarkan pada jawaban dari teks kitab suci atau dari pemuka agamanya. Sementara apabila ia seorang yang spiritualis, maka ia pun akan memiliki nilai-nilai yang menempatkan Tuhan sedemikian rupa dalam kehidupannya.
Tetapi tentu berbeda apabila seseorang tersebut adalah ateis atau varian lain dari pengecilan Tuhan. Sang Maha Kuasa itu bisa jadi dianggap tak ada apa-apanya dalam hidup manusia. Malah, beberapa pemikir seperti Karl Marx menihilkannya dengan menganggap Tuhan tak lebih dari konstruksi pemikiran manusia belaka. Terutama sekali sebagai kompensasi atas kehidupan yang keras.
Di Indonesia yang ber-“Ketuhanan Yang Maha Esa”, tentu semua orang mengaku beragama. Walau, pelaksanaannya kita bisa pertanyakan lagi. Seperti halnya insiden penyerangan jamaah shalat Idul Fitri yang tengah shalat di Tolikara-Papua, dalam kehidupan sehari-hari peran Tuhan pun bisa kita “pertanyakan”.
Jangan salah. Saya tidak mengajak Anda jadi “liberal” atau “ateis”. Ini semata kajian kritis terhadap pola pikir dan tindakan kita sendiri.
Seringkali dalam kehidupan, kita menganggap diri kita sendiri-lah satu-satunya faktor penentu keberhasilan atau kesuksesan. Kalau kita gagal atau tidak mencapai hasil, tak jarang kita malah menyalahkan pihak lain. Tapi bila berhasil atau sukses, jarang sekali kita ingat pada peran Tuhan.
Karena itulah, saya mengambil contoh dari Salahuddin al-Ayubbi. Pahlawan besar dalam sejarah Islam yang di dunia Barat dikenal dengan nama “Saladin” ini bernama asli Ṣalāḥ ad-Dīn Yūsuf ibn Ayyūb (1137/1138 – March 1193). Beliau pendiri Dinasti Ayubi serta Sultan pertama dari Mesir dan Suriah. Tetapi yang paling penting adalah pencapaiannya berhasil merebut kembali jazirah Palestina termasuk Yerusalem, setelah 88 tahun dalam kekuasaan Kristen. Dalam Perang Salib III, secara prestisius ia berhasil mengalahkan balatentara salib dalam Pertempuran Hattin pada 1187. Dan penguasaan dunia Islam atas Palestina praktis terus berlangsung hingga lebih dari 1.000 tahun kemudian, hingga berdirinya negara Israel pada 1948.
Kehebatan taktik dan strategi Salahuddin inilah yang menjadikannya legenda. Tetapi ia terutama dihormati karena kebesaran jiwa dan ketulusan hatinya. Ia bahkan dihormati begitu tinggi di dunia barat yang Yudeo-Kristiani. Raja Inggris paling legendaris Richard the Lion Heart yang gagal merebut kembali tanah Palestina dalam Perang Salib IV pun pulang ke negerinya dengan penuh penghormatan kepada beliau. King Baldwin IV yang sempat mengalahkannya dalam Pertempuran Montgisard pada 1177 pun merasakan jasanya. Saat beliau sakit parah terkena lepra, Salahuddin malah mengirimkan tabib terbaiknya untuk membantu penyembuhan. Walau sang Raja Yerusalem itu tetap wafat karena teknologi kedokteran dan pencapaian farmasi saat itu belum mampu menyembuhkan penyakit menular tersebut.
Saat Salahuddin merebut jazirah Palestina, ia berhadapan dengan pasukan salib pimpinan Guy de Lusignan, raja pengganti King Baldwin IV. Hal itu dikarenakan Baldwin V putra Sybilla -adik King Baldwin IV- wafat. Sementara, Sybilla adalah istri dari Guy de Lusignan.
Pencapaian Salahuddin ini massif dan luar biasa. Karena jumlah pasukannya sangat luar biasa, bahkan untuk ukuran saat ini. Jumlah resminya disebutkan 26.000 orang, tetapi ada sumber yang menyebut hingga 200.000 orang. Sekedar perbandingan, TNI saat ini berkekuatan sekitar 350.000 orang di wilayah yang sekitar 15 kali lebih luas daripada Mesir dan Suriah.
Saat sekelompok laskar Ksatria Templar (Knights Templar) yang dipimpin Raynald of Châtillon mengganggu perjalanan ziarah ke Palestina dan ibadah haji kaum Muslim, Salahuddin sudah mengirimkan peringatan kepada Raja Yerusalem King Baldwin IV. Tetapi puncak kemarahannya adalah saat kafilah yang membawa adik kandungnya dicegat bahkan adiknya dibunuh. Walau marah, saat pasukannya hendak menyerbu benteng Kerak tempat Raynald of Châtillon bertahta, pasukan Salib dari Yerusalem pimpinan King Baldwin IV mencegatnya. Karena percaya janji sang Raja Yerusalem yang bijak, Salahuddin menarik mundur pasukannya.
Peristiwa tersebut direka-ulang dalam film garapan Hollywood berjudul Kingdom of Heaven (2005). Di saat menarik mundur sementara pasukannya, ia dikritik salah satu “mullah” karena dianggap hendak mengingkari janji merebut kembali Yerusalem. Tetapi Salahuddin menampiknya, dan mengatakan kalimat yang saya kutip dalam “quote” untuk Facebook Fanpage di atas:
“Hasil dari pertempuran ditentukan oleh Tuhan, tetapi juga didukung oleh persiapan, jumlah, ketiadaan wabah penyakit, dan ketersediaan air. Tak ada yang dapat melakukan pengepungan dengan musuh berada di belakang”.
(Bersambung besok)