Tujuan & Alasan

FB FanPage BMH-Belfort

Setiap hal sebenarnya memiliki tujuan. Hanya saja, seringkali kita tidak mengetahuinya. Dalam konteks hidup pun, setiap orang juga punya tujuan hidup. Dan tujuan hidup yang paling jelas terlihat adalah kesuksesan secara material. Atau pencapaian lahiriah.

Kita bisa dengan mudah mengatakannya. Bahasa tersiratnya: “kebebasan finansial”. Bahasa gamblangnya: “kaya”.

Dalam film The Wolf of Wall Street (2013), Jordan Belfort dengan jelas menggambarkan bahwa “kaya” itu membuat kita “bebas”. Bebas membeli apa saja, bahkan bebas menyumbang partai politik atau donasi keagamaan sesuka kita. Membaca resensinya di http://resensi-film.com , kita akan tahu bahwa film itu berasal dari kisah nyata seorang pialang saham Wall Street, meski karakter dalam film seperti terlihat di foto di atas diperankan oleh Leonardo Di Caprio.

Gambaran kehidupan kayanya ternyata sangat luar biasa. Kita yang jelas sebagian besar berada di tengah dan bawah piramida kehidupan bisa jadi hanya akan bisa menyaksikannya melalui film saja. Betapa tidak, untuk sebuah pesta satu malam saja, mereka bisa menghabiskan uang ribuan dollar atau setara ratusan juta hingga milyaran rupiah. Padahal, banyak di antara kita yang bahkan memiliki atau malah sekedar melihat langsung uang satu milyar rupiah saja belum pernah. Dan tentu saja, dengan cara kita mencari uang, justru sebagian besar kita tidak akan pernah mendapatkan uang sebanyak itu hingga akhir hayat.

Tetapi, bila Anda masih bisa membaca blog ini, Anda masih bisa mencapai kondisi “kaya” itu. Tentu saja, bila itu dijadikan “tujuan hidup” kita. Namun, ada banyak orang yang dengan naifnya bilang, “ah, saya tidak butuh uang”, atau “kaya itu berdosa” atau “kaya tidak membuat bahagia” atau hal-hal lainnya.

Yah, itulah alasan.

Itulah yang menghalangi kita dari tercapainya tujuan kita.

Baik, kita ambil contoh lain yang jauh lebih sederhana.

Pekan lalu anak-anak kita di tingkat Sekolah Dasar (SD) menghadapi Ujian Nasional (UN). Katakan ada anak yang mendapatkan nilai rendah, hingga tidak lulus UN. Lalu ia berkata, “ah, abisnya soalnya susah”, atau “di sekolah nggak pernah diajarin” atau “waktunya kecepetan, nggak sempet ngerjainnya”. Well, kita yang sudah lebih dewasa akan melihatnya sebagai apa?

Alasan. Dalih. Pembenaran.

Dan… sikap pengecut!

Karena faktanya, sebagian besar siswa justru berhasil lulus UN. Tingkat prosentase kelulusan lebih tinggi daripada ketidaklulusan. Dan puncak piramida, malah ada yang berhasil lulus dengan nilai sangat bagus. OK, anggap mereka yang di puncak piramida semacam “pengecualian” , karena mereka bisa jadi dianugerahi Tuhan otak yang pintar secara IQ (Intellectual Quotient). Tetapi untuk lulus, bukankah bukan suatu hal yang mustahil?

Segala macam alasan anak SD untuk tidak lulus, kita sebagai orang dewasa bisa melihatnya sebagai sebuah sikap yang tidak mau menerima kesalahan dan kekalahan. Bisa jadi, sebenarnya di balik itu adalah seorang anak yang malas belajar saja. Bukan tidak bisa, tetapi tidak mau.

Demikian pula orang kaya, terutama yang “self made billionaire“, dalam arti ia kaya dengan usaha sendiri, bukan karena warisan orangtuanya. Ia dari “menara gading”-nya akan melihat kita yang terus-menerus terbelit kesulitan finansial seperti anak SD pemalas tadi.

Faktanya, di dunia ini, semua butuh uang. Bahkan, hal-hal bersifat sosial seperti penanganan bencana alam atau keagamaan seperti pembangunan rumah ibadah perlu uang. Dan uang tidak jatuh dari langit. Ia harus diusahakan.

Karena itu, marilah kita bersama-sama menjauhkan segala macam alasan dari hidup kita. Tetapkan tujuan. Dan berjuanglah meraihnya! Bila kita mati saat belum tercapai, setidaknya kita mati dalam keadaan mencoba! Bukannya malah mencari-cari alasan!

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s