Dalam hidup, seringkali kita berhadapan dengan dilema atau konflik terkait klaim kebenaran. Apalagi kalau sudah terkait agama. Kasus Charlie Hebdo di Prancis dua hari lalu menjadi contoh nyata. Ada tiga pihak yang mengklaim paling benar. Pertama, tentu pihak Charlie Hebdo. Kedua, pihak penyerang Charlie Hebdo. Dan ketiga, pihak lain pembela keduanya, yang bisa dibagi lagi jadi dua pihak lain. Sehingga ada empat pihak. Kalau mau ada pihak kelima, adalah pemerintah dan aparat hukum Prancis.
Itulah hidup. Semua pihak merasa benar. Apalagi dalam situasi konflik.
Dulu, saya selalu ngotot sayalah yang benar. Tetapi seiring bertambahnya usia dan pengalaman, saya merasa itu tidak perlu lagi. Saya seringkali diberikan pelajaran hidup seperti ini, tetapi lupa lagi-lupa lagi.
Di dunia, tidak ada kebenaran sejati. Bahkan Tuhan yang diklaim Maha Benar pun kita tidak tahu yang mana. Karena di dunia ini, manusia menyembah begitu banyak Tuhan. Dan Tuhan Sejati beserta Kebenaran Sejati baru bisa kita ketahui saat dunia ini berakhir. Itu pun kalau dunia akan berakhir dalam skala waktu linear.
Seperti di gambar ilustrasi, kebenaran (truth) besar bisa saja tersusun dari kebohongan (lies) kecil-kecil. Dari gambaran besarnya, terlihat benar. Tetapi di baliknya tersembunyi banyak kebohongan.
Orang yang terlihat paling jujur pun, pasti pernah berbohong. Mereka yang terlihat paling tulus, bisa jadi pernah berbuat culas.
Karena itu, meski yakin pada kebenaran prinsipil yang kita pegang, jangan sampai terjerumus pada sikap “merasa benar sendiri”. Klaim kebenaran mutlak itu tidak ada di dunia. Bahkan oleh golongan agamis yang mengatasnamakan Tuhan sekali pun.
Ilustrasi: sodahead.com