Siapa bilang balas dendam itu jelek? Justru ada balas dendam yang baik, bahkan terbaik. Perlu diingat, hidup itu adalah seperti pertandingan olahraga. Saya ambil analogi dari sepakbola. Apabila gawang kita kebobolan, apakah kita lantas pasrah? Atau malah mempersilahkan lawan menjebolkan gol lebih banyak lagi seperti sering kita lihat di “sepakbola gajah”?

Tentu semua tahu, jawabannya tidak. Tim kita harus “menyerang balik” dengan “serangan balasan”. Tujuannya bukan saja untuk menyamakan kedudukan, tetapi untuk menang!

Saya sangat terinspirasi dari dialog tokoh Miranda Tate alias Talia Ra’s Al-Ghul dalam film The Dark Knight Rises (2013). Ia menyatakan bahwa balas dendam itu seperti sebilah pisau yang menunggu saat tepat untuk ditusukkan. Dialog itu serupa dengan peribahasa Barat yang menyatakan “the best revenge serve cold”.

Dulu di Facebook pernah ada yang bertanya saat saya menggunakan kutipan itu. Ia kurang mengerti maksudnya. Dalam konteks ini kita harus mengerti bahwa dalam adat-kebiasaan barat, makanan sebaiknya disajikan hangat (food serve best as hot meal). Ini karena di sana, makanan beku dan awetan banyak dan harganya justru lebih murah daripada makanan hangat. Satu yang pasti, makanan hangat jelas baru dimasak alias fresh from the oven.

Nah, balas dendam sebaliknya. Ia sebaiknya disajikan dingin.

Apa sih yang membuat makanan hangat yang baru dimasak mendingin? Cuma satu: waktu.

Dan waktu itu juga yang ‘dibeli’ untuk membalas dendam. Seperti Talia yang menusuk Batman, ia masuk saat lawannya lengah. Bukankah begitu juga dalam pertandingan sepakbola atau kompetisi apa pun? Kita mencari kelengahan lawan dan menghajarnya di saat ia mengendurkan kewaspadaannya.

Tidak boleh ada rasa kasihan! Tidak boleh iba! Apalagi takut!