Bukannya saya tidak berduka atas musibah jatuhnya pesawat Indonesia Air Asia Flight 8501 (QZ8501/AWQ8501) pada 28 Desember 2014 lalu, tetapi saya belajar untuk membatasi komentar. Sudah cukup lama saya tidak aktif di account utama saya di Facebook. Karena di account itu saya terbiasa berkomentar macam-macam hal di status. Itu adalah salah satu cara saya membatasi berkomentar. Ini mengikuti anjuran Nabi Muhammad SAW: “Berkatalah yang baik atau diam”.
Saya berupaya membatasi diri hanya berkomentar di bidang keahlian, kompetensi, dan minat saya saja. Dunia penerbangan sama sekali bukan keahlian saya. Meskipun saya pernah bekerja di sebuah media khusus bidang penerbangan, tapi saya tidak punya kualifikasi apa pun terkait itu. Cuma bisa menulis berita dan ulasan saja.
Dunia maya sudah riuh dengan para komentator. Demikian pula di televisi dan radio. Saya tidak ingin menambahinya. Meski tidak masuk di Resolusi 2015, tetapi salah satu tekad saya adalah untuk membatasi ‘comel’. Selain menarik diri dari FB utama, saya juga membatasi cuitan di Twitter. Ini karena saya hendak fokus untuk membangun “Personal Brand”.
Dengan membatasi komentar, saya malah jadi lebih banyak berkarya. Tulisan saya makin banyak. Kerja saya makin keras. Dan efeknya insya ALLAH positif bagi diri saya dan keluarga.
Ini seperti memutus kebiasaan yang sudah lama dilakukan. Tidak mudah, tapi ternyata juga tidak sulit. Energi yang biasanya terpakai untuk “mengamati rumput tetangga”, kini bisa dialihkan untuk “merawat rumput sendiri”.
Menyenangkan begitu mendapati bahwa kita mampu membuang kebiasaan buruk. Seringkali yang ditakuti adalah bayangan yang belum pasti nyata. Padahal, begitu dijalani ternyata ketakutan itu tiada.
Anda tertarik? Cobalah.
Ilustrasi: rpseawright.wordpress.com