Pertama-tama, dengan adanya media sosial termasuk blog, kita merasa berhak berkomentar atas apa yang dipampangkan di sana. Membaca komentar-komentar di berbagai situs terutama portal berita, saya mendapati seringkali para komentator asal ‘bacot’. Tetapi itulah ‘demokrasi’ ala dunia maya. Antara profesor dan anak SD sama derajatnya. Tulisan ilmiah panjang lengkap dengan referensi dan argumentasi bisa dikomentari konyol dan bodoh seperti, “Ah, itu kan katanya.”
Celakanya, ini kerapkali berlanjut dalam kehidupan nyata. Saya sangat belajar, ternyata penghancur diri dan penghalang cita-cita kita justru sebenarnya adalah mereka yang berada di sekitar kita sehari-hari. Mereka mengakui “mencintai dan menyayangi” kita. Tetapi sesungguhnya yang terjadi adalah mereka ingin “mengontrol dan mengendalikan” hidup kita. Beruntunglah bila Anda tidak begitu. Punya keluarga yang mendukung setiap cita-cita dan keinginan Anda. Sayangnya, saya tidak. Tapi saya tidak mengeluh dan meratap. Saya justru memberikan garis bawah dan menebalkannya sebagai suatu prinsip hasil evalusi pada apa yang terjadi pada diri saya sepanjang 2014. Itulah yang saya tuliskan di hasil pada butir pertama:
“Orang Lain Cuma Berkomentar, Kita Yang Menjalani.”
Komentar negatif berasal dari pikiran negatif dan jiwa yang busuk. Dan celakanya, itulah dunia kecil (lebenswelt) saya. Dunia yang saya hadapi sehari-hari. Saya hampir mustahil lari dari dunia itu tanpa menghancurkan banyak hal. Dan itu yang sedang sangat saya pertimbangkan di 2015. Insya ALLAH saya berani melangkah lebih jauh.
Kalau cuma komentar di dunia maya, kita bisa tidak membacanya atau malah menghapusnya. Tetapi tidak di dunia nyata. Itu membekas apalagi kalau setiap hari diutarakan. Secara psikologis, ini menghancurkan mental begitu rupa. Oleh karena itu, perubahan yang harus dilakukan terkesan egois dan selfish: cuek. Abaikan, tolak, buang, semua komentar itu.
Bagaimana pun hebat dan kerasnya mereka berkomentar, para komentator itu tidak bisa bertukar tempat dengan kita. Mereka tidak bisa jadi kita. Tubuh, jiwa, hati, dan pikiran kita adalah khas dan unik diamanahkan Tuhan kepada kita. Mustahil kita bisa membuat mereka mengerti, merasakan, memahami apalagi mengalami semua yang kita rasakan, pikirkan, dan alami.
Oleh karena itu, jalan terus! Anjing menggonggong, kafilah berlalu. Kita memang harus tebal telinga untuk bisa maju.
Foto: www.techlife.net