Di Indonesia, hari guru diperingati tiap tanggal 25 November. Asal-muasalnya karena di tanggal inilah Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) didirikan pada tahun 1945. Banyak negara punya tradisi menghormati guru, dan pemilihan tanggalnya pun berbeda-beda tergantung alasannya. Malaysia misalnya memperingati tiap 16 Mei, karena pada tahun 1956 di tangga itulah Majelis Undang-Undang Persekutuan Tanah Melayu menerima rancangan kurikulum dari Laporan Jawatankuasa Pelajaran. Di Taiwan pada 28 September bertepatan dengan hari ulang tahun Konfusius. Sementara Hari Guru Sedunia jatuh pada 5 Oktober. Hanya saja agak tidak jelas alasan pemilihan tanggalnya selain rekomendasi dari UNESO dan EI (Education International).
Dalam tulisan saya di Facebok Fanpage http://facebook.com/bhayumahendrah , saya menuliskan bahwa sebenarnya guru bukan sekedar orang yang berprofesi sebagai pengajar di sekolah formal. Selama ini, kita kerapkali menganggap guru sekedar orang yang menerima gaji sebagai profesinya di TK-SD-SLTP-SLTA-Perguruan Tinggi.
Tetapi sebenarnya, banyak sekali orang dalam hidup yang bisa kita anggap “guru”. Selain mereka yang memang pekerjaannya mengajarkan sesuatu seperti trainer, coach, dosen, atau motivator, juga ada para “guru kehidupan”. Mereka bisa siapa saja, dari siapa kita memperoleh “pelajaran hidup” di “sekolah kehidupan” yang besar ini.
Contohnya kita bisa memperoleh pelajaran “nrimo” dari para abdi dalem di Kraton Yogyakarta atau Surakarta. Kita bisa mempelajari cara menyiasati bahan makanan dari pedagang warteg, tentu saja yang halal dan baik, bukan dengan bahan berbahaya. Kita bisa mengetahui rute jalan dari pengemudi taksi. Kita bisa mendapatkan endurance berlatih dari atlet. Kita bisa memperoleh kemampuan untuk mengatasi masalah dari atasan di kantor. Kita bisa meningkatkan kualitas produk dari client. Dan masih banyak lagi.
Sayangnya, kita seringkali lupa pada mereka. Padahal, jasa mereka adalah hutang budi kita. Kita seringkali lupa dari siapa kita belajar mengemudi pertama kali. Kita seringkali lupa dari siapa kita belajar mengenali tempat di suatu kota. Kita seringkali lupa dari siapa kita belajar membuat proposal. Kita seringkali lupa dari siapa kita belajar mengatasi politik kantor.
Justru karena itulah di negeri kita guru disebut “pahlawan tanpa tanda jasa”. Hal itu karena seringkali muridnya lupa, betapa besar jasa mereka kepada kita. Semoga saya dan Anda yang membaca tulisan ini adalah pengecualian. Karena dengan begitu Anda menjadi orang yang tahu balas budi. Minimal, do’akanlah para guru Anda di hari istimewa ini. Tentu, akan lebih baik lagi bila bisa secara konkret membalas budi-baik mereka. Terutama tentu saja bila saat ini kita sudah ‘jadi orang’, maka guru-guru kita bisa jadi sudah tua. Sangat tinggi nilainya bila mampu membantu mereka terutama secara keuangan. Apalagi para guru sekolah formal negeri di Indonesia seringkali kesejahteraannya masih jauh di bawah harapan. Semoga Tuhan membalas budi-baik para guru. aamiin.
Ilustrasi: www.iberita.com