Mungkin para followers di Twitter dan likers di Facebook Fanpage https://www.facebook.com/BhayuMahendraH apalagi teman-teman yang mengenal saya terkejut kenapa tiba-tiba saya menuliskan novel AADC. Ada alasan pribadi yang agak mendalam kenapa saya mendadak memutuskan menuliskannya. Terus-terang, ini “inspirasi mendadak” seperti yang sering didapat para seniman dan ilmuwan inovator pencipta. Saya baru melihat video LINE di Youtube.com hari Jum’at (14/11) dinihari. Dan pada hari Sabtu saya memutuskan menulis dan langsung mengunggah cerpen “Namaku Cinta” di Kompasiana. (klik judul atau copy-paste ke browser link ini: http://fiksi.kompasiana.com/cerpen/2014/11/15/namaku-cinta-703489.html).
Tadinya saya berpikir cuma itu saja. Tapi ternyata, di malam hari dimana saya tidak bisa tidur seperti biasa (saya mengalami insomnia dan hypersomnia sekaligus), saya pikir sayang kalau cerita sebagus itu cuma jadi satu cerpen. Maka, mulailah saya menuliskan satu cerita lagi. Dan, ternyata ide mengalir lancar. Maka, saya putuskan untuk menjadikannya novel. Tapi daripada ‘keburu basi’, maka saya pun memutuskan menjadikannya cerita bersambung dan memuatnya di Kompasiana. Maka, seperti saya tuliskan kemarin, jadilah saya akhirnya menuliskan “sekuel” dari AADC:2002, dan merupakan interpretasi kreatif dari AADC:2014.
Tapi… ada tapinya nih… saya punya alasan pribadi di balik itu semua. Alasan yang jauh dari faktor komersial dan rasanya penting sekali bagi saya pribadi: faktor hati.
Terus-terang, saat di tahun 2002 film layar lebar AADC tayang, saya tidak menyaksikan di bioskop. Saya kemudian membeli VCD-nya. Tapi saat saya break dengan pasangan saya, rasanya semua VCD saya berikan padanya. Jadi, saya sudah tidak punya lagi. Saat video film pendek iklan dari LINE itu meledak, barulah saya unduh lagi filmnya.
Saat AADC tayang 2002, saya justru sedang berjuang menyelesaikan studi. Dan… mengalami problema dengan pasangan pertama saya yang waktu itu mahasiswi Sastra Indonesia U.I. Beliau saat itu sudah bekerja dengan saya yang mencarikan pekerjaan, tapi malah selingkuh. Bla…bla… bla… Intinya, saya ingat sakitnya kehilangan dan menunggu.
Secara pribadi, saya sempat kenal Diandra Paramitha Sastrowardoyo karena dia adik kelas saya di Filsafat Universitas Indonesia. Masalahnya, saya tidak yakin apakah dia masih kenal saya. Karena saya maklum, sebagai artis terkenal dia tentu bertemu banyak sekali orang. Jadi, itu tidak penting…
Apa yang “gue banget” dari kisah AADC, saya justru sedikit mempersonifikasikan diri saya dengan Rangga. Karena ada beberapa persamaan saya dengannya: dianggap aneh, jarang punya teman, sangat menyukai sastra, hobby fotografi, dan pintar. (Hehe, maaf yang terakhir agak nyombong dikit). Bedanya, saya aktif di organisasi hingga berprestasi, jadi ketua dan dapat penghargaan. Jadi, satu sekolah kenal saya dan masih ada yang mau bersahabat dengan saya. Kalau Rangga kan diceritakan murni soliter dan sangat kuper.
Saya juga sering ke Kwitang dan Senen sendirian. Berburu buku dan komik. Pasangan pertama saya itu pun sangat menyukai sastra dan kami sering melakukan aktivitas yang dilakukan Cinta dan Rangga. Intinya, ada semacam perasaan “senasib” dengan karakter Rangga.
Saat ini, kondisi percintaan saya pun masih dalam posisi “aneh”. Menunggu tapi tak tahu apa yang ditunggu. Jadi, di sini Rangga dan Cinta masih mendingan malah.
Dan entah kenapa, saat menyaksikan video dari LINE itu, ada semacam “asa” yang timbul dalam diri, jiwa, dan hati saya. Bahwa, insya ALLAH penantian saya akan cinta tidak sia-sia. Maka, saya pun membuat judul novelnya “Ada Asa Dalam Cinta”. Begitulah kira-kira penjelasan mengapa saya “nekat” menuliskan novel AADC:2014 itu…. Semoga Anda menikmati membacanya ya…. 😉
Foto oleh Bhayu M.H. capture dari video yang diunggah di Youtube.com.
Hak cipta video dimiliki oleh LINE.