Anda masih ingat “9/11 tragedy?” Akronim yang sengaja dibuat seperti nomor panggilan darurat di A.S.: 911.
Sejak awal terjadinya, saya meyakini kejadian itu adalah rekayasa belaka. Justru oleh pemerintah A.S. sendiri dengan menjebak sejumlah orang yang sengaja ditarget sebagai pelaku. Mereka yang memang keturunan Timur-Tengah diberikan motif dan kesempatan untuk melakukan aksinya. Tentu saja, setelah lebih dahulu di-“cuci otak”-nya.
Karena kejadian itu, A.S. lantas melancarkan apa yang disebutnya “global war on terrorism”. Dengan alasan “pre-emptive attack”, mereka menginvasi Afganistan dan Irak. Mengakibatkan kedaulatan negara tercabik-cabik dan menghasilkan penjajahan kolonialisme gaya baru. Ironisnya, kita semua seperti tersihir mengamini saja apa yang dikatakan negara itu.
Dengan santainya Presiden George W. Bush Jr. mengeluarkan ancaman, “kalau tidak memihak kami, berarti musuh kami!” Ia pun sempat menyebutkan perang baru melawan musuh baru itu sebagai “perang salib” (crusade).
Semula, mereka yang menganggap kejadian itu rekayasa A.S. sendiri hanya mereka yang jadi tertuduh yaitu muslim. Tapi kemudian ‘orang-orang waras’ yang berkulit putih, beragama Kristen dan warga negara A.S. sendiri pun meyakini adanya “conspiracy theory” dalam kejadian itu. Salah satunya adalah Michael Moore yang kemudian membuat film Fahrenheit 9/11 (2004) yang fenomenal. Para analis netral pun mengungkapkan kecurigaannya pada detail kejadian itu. Salah satunya adalah ikut runtuhnya menara ketiga dari kompleks World Trade Center yang justru sama sekali tidak terkena tabrakan pesawat.
Sebagai orang awam, saya cuma bisa mengira-ira sendiri seraya membaca berbagai tulisan. Mengamati foto dan videonya, memang tampak banyak sekali kejanggalan. Sebutlah ledakan yang begitu dahsyat dan terlihat runut waktu meski cuma sepersekian detik, merupakan efek dari bom yang dipasang di dalam. Cobalah cari video peledakan gedung tua yang memang hendak dirubuhkan. Ada sequence ledakan yang serupa dengan yang terjadi di WTC pada 9 September 2001 itu. Adanya seorang pelaku lain yang sama sekali tidak terkait dengan kelompok penabrak WTC yang secara ‘iseng’ menabrakkan pesawatnya ke gedung lain menunjukkan pembuktian logika sederhana, tidak mungkin pesawat dengan bahan bakarnya yang terbatas bisa menghancurkan gedung.
Bagi saya, kejadian itu menunjukkan, betapa negara dan penguasanya bisa tega mengorbankan ribuan nyawa semata demi mencapai tujuan politik-kekuasaannya. Terbukti, setelah itu dengan alasan pembalasan dan doktrin “menyerang sebelum diserang” A.S. menginvasi dua negara kaya minyak: Afghanistan dan Irak. Semoga Tuhan kelak menghancurkan Amerika Serikat seperti dahulu juga imperium Romawi yang perkasa pun hancur.
Foto: http://www.rense.com/