Knock.knock!
Wake up, Neo!
Itulah kalimat yang muncul di layar komputer Neo, sebagai pembuka trilogi film The Matrix (1999) yang fenomenal itu. Hingga kini, saya pikir ini adalah salah satu film dengan ide dasar filsafat dikemas dalam neo-sains paling sukses. Tentu, ide berat itu dibumbui alur cerita menarik dan aktor-aktris brilyan, plus tak lupa efek khusus dahsyat. Di masanya, selain jadi box office, film ini memancing diskusi panjang dan mendalam. Bukan hanya dari para movie goers, tapi juga para pencinta sains-fiksi dan filsafat-teologi. Bahkan di belahan dunia barat, menghasilkan banyak literatur ilmiah termasuk karya akademis seperti tesis dan disertasi.
Tapi tulisan ini tidak hendak membahas panjang-lebar mengenai film tersebut. Apa yang hendak saya tuliskan justru mengenai “bangun”-nya.
Kenapa begitu?
Seperti dibahas di film itu, banyak orang tertidur dalam mimpi panjang. Dan celakanya, sepanjang hidup sebagian besar manjusia justru tetap tertidur. Mereka tak pernah bangun hingga kematian itu sendiri yang membangunkan mereka.
Tema besar ini populer dalam pemikiran new age. Seringkali dianggap sebagai tantangan bagi agama resmi (organized religion) dan sains tradisional (traditional science) sekaligus. Ini anomali. Karena justru sepanjang sejarah manusia, terutama sejak Renaissance dan Enlightenment, agama dan sains kerap berseberangan dan bertabrakan. Salah satu korbannya adalah Galileo-Galilei yang dihukum mati karena mengemukakan teori sains yang dianggap bertentangan dengan keyakinan agama.
Sulitnya bangun tidur dan siuman dari mimpi itu juga yang membuat Rene Descartes menggelontorkan polemik kesadaran. Ia tahu, di dunia mimpi, semua terasa nyata. Justru karena itulah ia merumuskan tingkatan kesadaran yang berakhir dengan pertanyaan: “Apa yang membuat kita yakin kalau kita ada di dunia ini?” Jawabannya adalah adagium yang sangat terkenal itu: Cogito, Ergo Sum – Aku Berpikir, Maka Aku Ada.
Bangun tidur dan tetap bermimpi itu merupakan sebuah kemustahilan dalam dunia sehari-hari kita. Tapi, dalam alam pikiran, hal itu dimungkinkan. Apa contohnya?
Kita bisa melihat dengan jelas “pameran mimpi” yang disajikan Prabowo Subianto dan para pendukungnya. Mulai dari parade ala fasis saat kampanye, hingga pameran kekuatan saat mendesak KPU dan MK memenangkan kubu mereka. Mimpi yang berlanjut saat dalam kondisi bangun adalah kondisi kelainan kejiwaan. Umum disebut sebagai delusi, walau sebenarnya ini banyak lagi ragamnya.
Satu yang kerap tidak dimengerti awam adalah tidak semua penderita kelainan kejiwaan harus masuk rumah sakit jiwa. Hanya penderita schizophrenia saja dan beberapa jenis penyakit kejiwaan parah yang begitu. Bahkan, sebenarnya semua orang di dunia memiliki kelainan kejiwaan. Hanya saja jenis dan kadarnya berbeda-beda.
Bangun adalah mampu mengatasi kelemahan itu dan fokus membangun kekuatan. Mengisi hidup dengan makna. Bermanfaat bagi sesama. Membuat hidup lebih hidup!