Ungkapan Jenderal TNI (Purn.) Luhut Binsar Panjaitan tentang mantan bawahannya Letnan Jenderal TNI (Purn.) Prabowo Subianto patut dicermati. Ia berkata, “Tegas itu tidak mesti mata melotot dan lempar-lemparhandphone,” (sumber berita: Kompas.com).
Saya hendak keluar konteks. Karena saya tidak hendak mengomentari pribadi sang calon presiden itu. Nanti salah-salah saya malah dianggap melakukan kampanye hitam alias black campaign. Hehehe.
Apa yang saya hendak bahas di sini adalah mengenai sikap, perilaku atau kebiasaan itu. Tegas dan kasar. Bagaimana membedakannya?
Terus-terang,sebagai manusia, kepribadian saya lebih dekat kepada sosok sang jenderal daripada Joko Widodo. Ibu saya sendiri menilai saya kaku.
Kaku itu kemudian mengejawantah kepada banyak hal. Saya jadi sombong, belagu, mau menang sendiri, merasa paling benar dan tidak menganggap penting orang lain.
Dan saya harus dipaksa menunduk oleh Tuhan dengan cobaan hidup yang amat berat. Kaku itu harus ditekuk jadi fleksibel, tapi harus dijaga agar tidak jadi plin-plan dan oportunis. Di sinilah kemudian saya harus mampu membedakan antara tegas dan kasar. Teguh pada prinsip dan pendirian, tanpa harus merendahkan dan menghina prinsip, pendirian dan pendapat orang lain.
Akan lebih mudah bila saya ambil contoh kasus dari penggambaran kejadian sehari-hari. Apabila ada seseorang menawari kita melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hukum, baik itu hukum negara maupun hukum agama, apa reaksi kita?
Bila kita teguh pada prinsip kebaikan dan pendirian bahwa melanggar hukum itu negatif, tentu kita akan menolaknya. Nah, tapi bagaimana caranya?
Tegas, adalah bila kita dengan sopan mengatakan kalimat seperti, “Maaf, saya tidak mampu/dapat/bisa melakukannya.” Cukup. tidak perlu dijelaskan alasannya. Karena pihak yang menawarkan pun sebenarnya sudah tahu bahwa penawarannya itu melanggar hukum.
Kasar, adalah bila kita dengan sopan mengatakan kalimat seperti, “Lu gila ya! Gue lu suruh ngelakuin kayak gitu! Lu mau gue masuk penjara apa?” Nah, terlihat kan bedanya?
Saya sengaja mengambil penggambaran ekstrem secara bipolar agar jelas bedanya. Putih dan hitam. Tentu saja dalam praktek di lapangan dalam kehidupan keseharian banyak gradasi abu-abu di sana.
Dari contoh tadi, ada dua hal yang harus digarisbawahi. Pertama, adalah diksi atau pilihan kata dan gaya bahasa. Itu saja sudah menunjukkan perbedaan antara tegas dan kasar. Kedua, adalah titik berat pembicaraan. Tegas adalah bila merujuk pada diri sendiri sebagai pihak yang tidak mampu melakukan hal yang melanggar prinsip dan pendirian. Kasar adalah bila menunjuk orang lain sebagai pihak yang akan membuat kita celaka atau pihak yang melakukan perbuatan atau tindakan yang dianggap salah tersebut.
Untuk butir kedua, sebenarnya ini sudah tercampur dengan sikap lain yaitu rendah hati. Sengaja di sini saya campurkan sekali lagi untuk menunjukkan secara tegas bedanya. Sehingga kita bisa lebih mudah memahami mengapa dalam hidup kita harus mampu tegas. Bukan kasar!
Foto ilustrasi: reginabaker.com
jelas sangat beda pak antara tegas sama kasar, kalo tegas bisa dengan artikulasi aja dan perbuatan