Usai sudah hajatan akbar bangsa ini, pesta demokrasi Pemilihan Umum (Pemilu) legislatif 2014. Warga negara biasa sudah memilih, menggunakan hak pilihnya atau tidak itu adalah juga pilihan. Akan tetapi para petugas dan panitia Pemilu dari mulai PPS hingga KPU masih bekerja keras merampungkan penghitungan suara.
Quick Count atau “hitung cepat” memang sudah menunjukkan rekapitulasinya. Ini karena para petugasnya tidak dibebani paperwork administratif dan sistem birokratis resmi. Mereka cuma mencatat dan mendokumentasikan hasil di tiap TPS, lalu dilaporkan ke atas dengan SMS atau medium lainnya. Pusat data segera melakukan pengolahan dengan teknologi informasi, sehingga tersajilah apa yang bisa kita lihat di media massa, baik elektronik, cetak maupun internet.
Sudah menjadi kelaziman, hasil resmi KPU akan sulit berbeda jauh dengan “hitung cepat”. Karena kalau itu terjadi, bisa jadi akan muncul tudingan kecurangan. Presiden SBY sendiri sudah menyampaikan pidato ucapan selamat kepada para pemenang Pemilu legislatif. Tiga besar hasil “hitung cepat” menunjukkan peringkat teratas diduduki PDIP, lalu disusul Partai Golkar dan Partai Gerindra. Sementara partai penguasa yaitu Partai Demokrat menyusul di peringkat keempat.
Pernyataan resmi Presiden SBY tersebut sebenarnya sudah sama dengan “pengakuan kekalahan”. Dengan kata lain, meskipun hasil resmi KPU belum diumumkan, sudah bisa dipastikan “11-12” dengan hasil “hitung cepat”.
Apa yang masih harus dipelajari rakyat adalah kemauan memahami bahwa kita hidup di Indonesia, negara yang sudah disepakati sejak awal berdirinya bukan sebagai negara dengan dasar agama. Di samping itu, kita ini dipersatukan bersama dengan sebuah entitas bernama Indonesia. Pancasila sebagai dasar negara kita yang dilambangkan dengan burung Garuda pun menggenggam sebuah pita bertuliskan semboyan negara “Bhinneka Tunggal Ika”. Kita semua tahu artinya: “Berbeda-beda tetapi tetap satu jua.” Karena itu, seharusnya ini tetap dijaga.
Harus disadari, bangsa kita ini memegang banyak rekor dunia. Untuk soal kependudukan dan demografi, Indonesia adalah negara dengan jumlah suku bangsa, adat-istiadat, dan bahasa daerah terbanyak di dunia. Meski mengakui hanya lima agama besar sebagai agama resmi, tapi sejatinya ada lebih daripada itu. Apalagi bila kepercayaan tradisional dihitung.
Seperti sudah saya tuliskan, Pemilu ini pun merupakan yang terbesar di dunia dari segi jumlah pemilih dan luas wilayah. Ini adalah pemilihan langsung walau untuk memilih perwakilan yang akan bekerja selama lima tahun ke depan untuk mengelola negara. Kalau pemilihan langsung terus-menerus -namanya referendum- untuk setiap keputusan apa pun kita harus Pemilu. Jelas capek, merepotkan dan makan biaya. Contohnya, bila perlu suatu Undang-Undang, maka dilakukan referendum. Nanti ada UU apa lagi, referendum lagi. Padahal, setahun bisa puluhan UU yang dihasilkan DPR dan pemerintah. Belum lagi Perda (Peraturan Daerah) yang juga harus disahkan DPRD. Rakyat jelas tidak bisa tenang kalau begitu. Maka, digunakan sistem perwakilan untuk mengerjakan hal ini. Pemilu langsungnya cuma 5 tahun sekali saja untuk memilih perwakilan tadi.
Menyadari kehebatan dan keunikan Indonesia, sudah seharusnya kita berbangga dan bersyukur. Indonesia adalah negeri luar biasa. Dan kita sebagai warganyalah yang harus menjaganya. Seusai pesta demokrasi, mari ingat kembali bahwa kita saudara. Kita satu bangsa, satu bahasa, satu tanah air: Indonesia. Siapa pun pemenang Pemilu, dia adalah saudara kita. Jangan sampai politik praktis memecah-belah kita. Yuk, kita kembali ke jatidiri sebagai bangsa. Mari, kita bekerja kembali. Untuk Indonesia yang lebih baik. Demi Indonesia Raya!
Ilustrasi: bloggerjava.blogdetik.com