Terus-terang saya mengalami kejenuhan menulis di blog ini. Hari ini, saya juga menghentikan #KuliahTwitter alias #Kultwitt di @BhayuMH karena kesibukan saya yang meningkat. Di samping itu, ternyata responnya agak kurang optimal. Saya harus menata ulang lagi kalau ingin ada efek yang bagus dari sana.
Walau ada hal negatif dari social media campaign strategy, alhamdulillah saya justru mendapatkan sejumlah ‘keajaiban’ dari Tuhan beberapa waktu terakhir. Alhamdulillah termasuk di soal rezeki. Tapi yang paling tidak bisa saya mengerti adalah dipertemukannya saya dengan sejumlah sahabat luar biasa. Kalau boleh dibilang, merekalah ‘penyelamat saya’ yang dikirim Tuhan. Bukan cuma satu orang, tapi beberapa.
Sedari kecil, saya tipe orang yang selalu berupaya meraih apa yang saya inginkan. Baru setelah dewasa, saya mendapati kenyataan pahit, sebagian besar keinginan saya tidak teraih. Bahkan, sebenarnya setelah saya melakukan porsi tugas saya, orang lain yang justru tidak melakukannya. Ini seperti permainan bola volley atau basket, dimana ada pengumpan dan ada pemain yang bertugas mencetak skor. Saya sudah mengumpan, tapi orang lain tidak menyelesaikan tugasnya mencetak angka. Akhirnya, tim kami kalah.
Di sinilah saya belajar dengan susah-payah mengenai “exit strategy”. Dahulu, sekitar 20 tahun lalu, atasan saya pernah membicarakan ini. Tapi, saat itu saya nggak ngeh maksudnya. Barulah setelah saya membuka usaha sendiri, saya tahu apa yang dimaksud.
Intinya adalah “cut loss” atau memotong kerugian. Kalau kita memutuskan “masuk” ke suatu hal, harus tahu kapan “keluar”-nya. Hush! Ini bukan jorok lho… Ini sama dengan saat kita menanamkan investasi ke suatu hal, kalau ternyata decline atau tidak menghasilkan profit, kita harus segera mengeluarkan investasi itu. Kalau tidak, justru akan hangus semua investasi kita tak bersisa. Bisa-bisa malah berhutang.
Celakanya, dalam hidup kita sering terlibat di sesuatu yang bukan bersifat finansial. Contohnya hubungan interpersonal. Dalam konteks ini, kita kerapkali menahan investasi selama mungkin walau tahu sudah rugi besar. Ini kalau di pasar saham ibarat hold tapi too long di situasi bearish. Saya yang cenderung perasa ini harus susah-payah ‘menyapih hati’ untuk menetapkan tindakan “exit strategy” ini.
Demikian juga dalam beberapa hal yang bersifat sosial, saya sedang memikirkan baik-baik apakah perlu keluar dari apa yang sudah saya masuki. Karena memang ada yang saya belum memanen hasilnya. Tapi saya tahu, terkadang memang diperlukan kesabaran dan intuisi alih-alih sekedar mengandalkan rasio. Maka, meskipun jenuh, saya tetap berupaya menulis di blog ini. Karena bagaimanapun, ini lebih merupakan katalis saya alih-alih sebuah kewajiban. Sayalah yang meraih untung paling banyak dari penulisan blog ini, bukan orang lain. Dan dengan diniatkan lillahi ta’ala, insya ALLAH semua malah jadi bernilai ibadah. Apalagi kalau kemudian bermanfaat bagi orang lain, semoga ALLAH SWT mencatatnya sebagai amal-ibadah berupa ilmu yang tak akan pernah putus meskipun saya mati. aamiin.
Ilustrasi: acting-man.com