Jokowi cuma menyumbang Rp 10.000,- saat dimintai saweran untuk menebus nyawa Satinah, TKI/BMI yang terancam dihukum mati di Arab Saudi. Aksi ini mendapatkan perhatian luas di dunia maya.

Terus terang saya pun kecewa. Tapi tentu ada pembenaran yang sudah dirancang. Pimpinan aksi Rieke Dyah Pitaloka, anggota DPR-RI dari PDIP malah berdalih Jokowi sudah menyumbang secara pribadi melalui amplop, tapi jumlahnya dirahasiakan. Jadi, seolah uang Rp 10.000,- hanya untuk pencitraan. Intinya ia dicitrakan seolah sedang mengajak banyak orang menyumbang walaupun cuma sedikit saja. Tapi menurut saya agak berlebihan sampai membuat kaos seperti dalam foto.

Tindakan Jokowi itu menunjukkan, tak ada manusia yang sempurna. Apalagi sekedar Jokowi. Megawati saja menyebutnya “si kerempeng”.

Ketika ketidaksempurnaan itu tidak ditutup-tutupi dengan pencitraan, jadinya sebuah kewajaran. Hanya memang agak berbeda bagi tokoh publik, ada ekpektasi yang diharapkan selalu ditampilkan. Contohnya seorang selebritis dunia hiburan dituntut selalu tampil bling-bling atau chic dalam acara pesta. Mereka juga seolah dituntut harus selalu gembira dan tersenyum di depan kamera.

Padahal, selebritis atau tokoh publik pun manusia biasa juga. Mereka juga punya emosi. Mereka juga punya saat-saat dimana ingin dilihat sebagai manusia biasa yang punya aneka problema. Terkadang, mereka terkejut saat tiba-tiba ada jurnalis menyerbu meminta komentar.

Maka, bagi saya, sama saja dengan saya dan Anda, tak perlulah mengharapkan siapa pun sempurna. Kalau ada cacat atau kekurangan, wajar saja. Selama tentu itu tak disengaja untuk mengakali hukum misalnya. Kalau korupsi lantas dibilang karena lupa, tentu kebangetan. Ter-la-lu, kalau kata sang raja dangdut Rhoma Irama.

Foto: indonesia-baru.liputan6.com