Gone

time gone

Pesawat Boeing 777-200 ER milik maskapai penerbangan Malaysian Airlines bernomor registrasi MH 370 yang berangkat dari Kuala Lumpur ke Beijing hilang dalam perjalanan. Kita do’akan semoga segera ditemukan dan semoga masih ada korban yang selamat. Akan tetapi saya tidak hendak berbicara mengenai pesawat tersebut. Biarlah media massa arus utama beserta para pakar yang mengulasnya.

Apa yang hendak saya bahas adalah arti dari kata “hilang” itu sendiri. Dalam bahasa Inggrisnya “gone”.

Kedukaan manusia sepanjang hidupnya selalu berkaitan dengan “kehilangan”. Obyeknya bisa apa saja, tapi predikatnya pasti hilang. Mulai dari kehilangan barang, kehilangan peluang, kehilangan cinta, kenilangan kesehatan, kehilangan organ atau bagian tubuh, hingga kehilangan nyawa.

Kondisi ini tak terhindarkan. Di abad ke-4 SM sampai membuat seorang pangeran di India merenungkannya. Namanya Siddhārtha Gautama. Ia kemudian menemukan pencerahan di bawah pohon Boddhi. Sehingga kemudian pokok-pokok ajarannya dilembagakan dalam agama bernama Buddha (Buddhism).

Inti dari semua kehilangan itu sebenarnya adalah kesempatan. Manusia ingin ada kesempatan kedua, tentunya untuk memperbaiki kesalahan. Karena itu kemudian Buddha mengajukan gagasan revolusioner bahwa waktu yang kita alami ini bukanlah linear, melainkan siklik. Dengan demikian, manusia bisa terlahir kembali untuk memperbaiki.

Hilang merupakan sebuah fenomena ketiadaan. Tapi, cobalah renungkan, apa sih yang benar-benar ada? Tiada.

Sejatinya, semua yang ada di alam ini tiada.

Ini memang pemikiran filsafati. Tak ada yang abadi. Tak ada yang selamanya ada.

Semuanya seperti kedipan saja. Blip. Lalu hilang.

Anda sekarang sudah sampai di kata dan baris ini saat membaca tulisan ini. Lalu, ke mana tulisan yang di atasnya? Hilang. Bukan tulisannya yang hilang, tapi keterkaitan antara momentum, waktu dan ruang yang sama yang sudah hilang. Tak bisa kembali.

Saya coba jelaskan dalam ilustrasi berikut.

Anda membaca papan bertulisan “SELAMAT DATANG” di sebuah gedung saat Anda sampai pada pukul 10:02:34. Lalu Anda berjalan beberapa langkah. Kemudian Anda berhenti dan menengadah lagi untuk membaca tulisan yang sama. Ya, papan dan tulisan itu mungkin masih ada di sana. Tapi itu sudah pukul 10:03:06. Dan, Anda sudah maju beberapa langkah serta memandang tulisan itu dari sudut yang berbeda. Itu bukanlah hal yang sama. Saat ketika Anda memandang tulisan itu pada pukul 10:02:34 tadi sudah hilang. Tak bisa kembali lagi.

Penjelasan sederhana fisika kuantum ini membuat “jalan keluar” pemutaran waktu siklik tak berguna. Andaikata manusia memang bisa terlahir kembali, maka itu bukan manusia yang sama. Seorang Bhayu yang lahir kembali bukanlah Bhayu yang sama. Ia Bhayu’ (baca: Bhayu aksen satu). Di dunia dalam dimensi lain yang juga bukan dimensi yang sama. Para penggemar komik Superman terbitan DC Comics Amerika Serikat, akan akrab dengan istilah “Bumi Dua”, dimana di sana tinggal orang-orang dengan identitas sama tapi sebenarnya merupakan persona yang berbeda. Ada dua Superman, Superman di Bumi yang ini dan di Bumi Dua. Jadi, kita bukanlah kita.

Kesempatan kedua, andaikata ada, jelas bukan kesempatan pertama. Karena kesempatan pertama telah hilang dan tak bisa kembali.

Let by gone be by gone. Demikian kata orang bijak. Apa yang hilang memang tak mungkin kembali.

Ilustrasi: theweeklysavior.wordpress.com

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s