Apa sih arti sahabat itu?
Sahabat bukan teman kantor. Sahabat bukan partner bisnis. Sahabat bukan kolega di organisasi. Sahabat bukan bekas teman sekolah atau kuliah. Sahabat bukan teman satu kampung. Sahabat bukan cuma orang yang minta traktiran saat Anda berulangtahun. Sahabat bukan orang yang foto-foto selfie bersama Anda di saat senang. Sahabat bukan orang yang sekedar telepon atau SMS menanyakan, “Sudah makan belum?” Sahabat bukan mereka yang cuma bisa tertawa bersama. Sahabat apalagi bukan sekedar friend atau follower di social media. Tapi, mereka bisa saja berasal dari salah satu lebenswelt kita di atas.
Bila Anda menganggap orang-orang seperti di atas adalah sahabat, maka berarti Anda belum pernah benar-benar punya sahabat.
Sebaliknya.
Sahabat adalah orang paling dekat dengan kita, yang terkadang orang lain tidak tahu. Sahabat bisa jadi bukan siapa-siapa, tapi ia menganggap kita orang paling istimewa di kehidupannya. Sahabat adalah teman justru di saat kita sekarat. Sahabat akan tetap mendampingi meskipun seisi dunia melaknat. Sahabat adalah orang yang mau menyediakan bahunya untuk tempat kita menangis, sebaliknya ia juga akan menangis kepada kita andaikata ada masalah. Sahabat adalah orang yang mau menangis bersama, bukan sekedar tertawa bersama.
Sahabat bertindak, action, tidak cuma “omong kosong doang”.
Sahabat mau datang malam-malam membantu kita pindahan kost. Sahabat ikut menunggui di Rumah Sakit saat orangtua kita sakit. Sahabat akan mencarikan pengacara apabila kita ditangkap polisi. Sahabat mencarikan tiket, informasi, atau akses apa pun yang dibutuhkan sahabatnya. Sahabat akan datang paling awal saat kita kecelakaan. Sahabat akan menggadaikan rumahnya kalau perlu bila kita bangkrut. Sahabat akan membatalkan janji dengan orang lain saat sahabatnya memerlukan. Sahabat menomor –satukan sahabatnya.
Sahabat mempercayakan rahasia hidupnya kepada sahabatnya, dan menjaganya bak rahasia negara. Sampai mati.
Sahabat mau menerima kita sebagai manusia apa adanya, bukan karena kesamaptaan fisik, bukan karena status sosial, bukan karena jabatan, bukan karena segala yang tertulis di KTP atau kartu nama apalagi jenis kartu kredit kita. Sahabat tidak berlaku tidak adil kepada sahabatnya. Ia bisa siapa saja. Ia bisa beda agama, beda suku, beda usia, bahkan beda status sosial.
Sahabat melakukan apa saja demi kebahagiaan sahabatnya.
Sahabat mau berjuang bersama kita. Sahabat rela ikut berlumpur saat temannya terjatuh ke dalam kubangan. Sahabat ikhlas memberikan dirinya seutuhnya bak lilin yang rela terbakar demi menerangi. Sahabat akan melakukan apa saja demi kemuliaan sahabatnya. Sahabat menjaga aib sahabatnya. Ia mampu menjunjung kehormatan sahabatnya, bak induk ayam melindungi anaknya.
Mohon maaf, karena saya Muslim, saya ambil contoh dari khazanah agama saya tanpa menyinggung agama lain. Nabi Muhammad SAW memiliki puluhan sahabat. Mereka berasal dari latar belakang berbeda-beda. Umar r.a. –kemudian jadi Khulafaur Rasyidin kedua- adalah seorang pembesar, tapi ia kasar sebelum masuk Islam. Malah pernah berniat membunuh Nabi. Tapi setelah masuk Islam, malah sebaliknya ia akan membunuh siapa pun yang berani menghina junjungannya. Abu Bakar r.a. –kelak jadi Khulafaur Rasyidin pertama- juga seorang pembesar kabilah Quraisy. Ia kelak jadi mertua Nabi, namun ia malah tetap menghormati menantunya sebagai pimpinan. Sebaliknya Bilal r.a. berasal dari kalangan rakyat biasa, malah bisa dibilang gembel. Tapi salah satu yang pertama beriman dan orang pertama yang dititahkan Nabi SAW mengumandangkan adzan. Ia syahid dibunuh penguasa karena tak mau meninggalkan Islam. Aisyah r.a. adalah istri Nabi, putri Abubakar r.a. Ia adalah pendamping setia suaminya dan seorang pemimpin. Kelak di Padang Karbala pasca wafatnya Nabi, ia dengan gagah berani menghadapi pasukan Khalifah Muawiyah. Juga salah satu sumber utama hadits Nabi karena beliau menyaksikan bagaimana perilaku mulia Rasul sehari-hari. Ada lagi Ali r.a., sepupu sekaligus menantu Nabi. Ia adalah orang kedua yang masuk Islam setelah Khadijah r.a. Kelak menjadi Panglima Perang Islam termuda di usia 14 tahun dan Khulafaur Rasyidin keempat. Lihatlah bagaimana mereka semua bertindak nyata –bukan cuma “omdo” alias omong doang- membela Nabi Muhammad SAW saat Beliau dicela, dihina, dilukai bahkan diperangi musuh-musuhnya. Ganjarannya, Nabi Muhammad SAW sendiri memberitahukan kabar gembira dari ALLAH SWT bahwa hampir semua sahabatnya dijamin masuk surga.
Idealnya, pasangan hidup adalah juga sahabat kita. Seperti teladan Rasulullah dengan Aisyah r.a. dan istri pertamanya Khadijah r.a. sebelum wafat. Tapi ini sangat sulit. Kebanyakan orang justru punya sahabat selain pasangan hidupnya. Indikasinya sederhana, kalau kita mampu bercerita apa saja tanpa filter dan penyekat kepada seseorang, itulah sahabat. Apakah kita melakukan itu terhadap pasangan hidup kita? Seringkali kita tidak bercerita urusan kantor kepada “orang rumah” bukan? Bila memang begitu kondisinya, sebaiknya saling dijaga. Jangan sampai aib rumah tangga kita ceritakan ke orang luar, bahkan kepada sahabat sekali pun.
Sahabat akan tetap bersama di saat sahabatnya melakukan kesalahan. Contoh yang lebih dekat dengan kehidupan kita saat ini, apabila ada sahabat kita yang ditahan KPK misalnya, kita akan tetap mendampingi dan bukan lari. Kita menjenguknya di tahanan bukan untuk membenarkan tindakan melanggar hukumnya, tapi sebagai bukti kasih dan cinta kita kepadanya sebagai manusia. Manusia bisa salah. Dan saat dia salah, dia ingin diberi kesempatan kedua. Dimaafkan, diampuni dan diberi jalan untuk kembali. Kalau kita menghindar saat sahabat sedang jatuh, itu namanya kita oportunis dan pragmatis. Sikap yang sangat tercela. Sikapnya pengkhianat yang cari selamat sendiri.
Tapi di sisi lain, kita juga tidak menjilat sang sahabat dengan selalu memujinya. Sahabat yang baik justru berani memberitahukan kekurangan sahabatnya. Ia akan dengan keras menegur kalau perlu, semata karena ia peduli dan ingin sahabatnya memperbaiki diri. Dan sahabat adalah orang yang menginginkan sahabatnya menjadi pribadi hebat. Catat itu!
Catatan: Saya terinspirasi dari cerita pendek “Curhat Buat Sahabat” karya Dewi Lestari dalam buku kumpulan cerpennya RectoVerso (2013). Buku ini juga sudah difilmkan. Resensi film bisa dibaca di http://Resensi-Film.com.
Foto ilustrasi: demotivationalpost.com