Sudah sejak beberapa bulan belakangan saya mengalami kondisi “flow”. Ini istilah Mihaly Csikszentmihalyi untuk menggambarkan kondisi ekstase atau ketagihan berkarya. Tapi beberapa hari belakangan saya merasakan situasi lebih tinggi lagi, seperti trance atau kesurupan. Saya bak lupa diri dan terus-menerus bekerja sampai lupa makan. Padahal, aslinya saya bukanlah workaholic.
Situasi ini sayangnya saya sadar tidak bisa terus-menerus. Ia harus dijaga dan sebenarnya kalau bisa ditingkatkan. Mihaly dengan sangat bagus menerangkan bahwa memang flow justru bisa dijaga dengan meningkatkan tantangan. Contohnya seorang yang gemar bermain piano akan makin merasa tertantang apabila memainkan lagu yang makin sulit.
Namun, situasi flow atau malah trance ini hanya mungkin apabila seseorang memang sudah “on the right track”. Atau seperti diistilahkan para motivator, orang tersebut sudah menemukan passion-nya.
Pertanyaannya -yang juga sering saya terima saat menjadi pembicara- adalah bagaimana menemukan passion itu? Kenapa tampaknya istilah yang jika dialihbahasakan menjadi bahasa Indonesia terkesan mesum itu adalah segalanya? (Hehe, karena passion artinya “gairah”, walau kata “gairah” dalam konotasi ‘dewasa’ ada kata lain yaitu “desire”. Kalau diartikan “semangat” malah salah. Karena bahasa Inggrisnya “semangat” adalah “spirit”. Ada yang mencoba mengartikannya menjadi “dorongan”, tapi bagi saya tetap kurang pas.).
Kembali ke topik, passion terasa menyenangkan karena kita bekerja tidak seperti bekerja, tapi bak bermain saja. Akan tetapi, mengejar passion ini tidak bisa serta-merta, ada tahapannya. Ia baru bisa dikerjakan saat kondisi ‘dapur’ kita sudah aman. Kalau Anda baru lulus kuliah dan langsung menikah, sementara orangtua atau keluarga besar Anda bukan orang kaya –maaf saya harus bicara terus terang- jangan mengejar passion dulu. Karena belum tentu passion Anda itu bisa menghasilkan uang.
Orang sering salah kaprah menyamakan passion dengan hobby. Ada persamaannya memang, yaitu keduanya sama-sama menyenangkan bagi pelakunya. Tapi, bedanya justru besar. Hobby itu sebagian besar menghabiskan uang, sementara passion sebaliknya.
Kesalahan umum adalah mengira apabila bekerja dengan passion justru bisa santai dan bermalas-malasan. “Liburan setiap hari,” itu yang sering saya dengar dari orang-orang yang berniat baru mau akan menjadi pengusaha pemula alias start-up. Padahal sebaliknya, orang yang sudah menemukan passion-nya justru akan terus-menerus bekerja hingga lupa waktu. Harus dibedakan orang yang bekerja dengan passion tidak otomatis akan berlimpah uang, dan sebaliknya orang yang berlimpah uang belum tentu sudah bekerja di dalam passion-nya.
Passion itu akan membuat orang bekerja dengan flow bahkan trance. Kalau kata sahabat saya Rene Suhardono –penulis buku Ultimate U dan kolumnis di Kompas tiap Sabtu- orang yang bekerja atau berkarya dengan passion itu rela tidak tidur dan bahkan tidak dibayar untuk mengerjakannya. Itu adalah tanda pertama. Tapi, kemudian orang malah rela membayar tinggi atas karyanya karena tingginya kualitas yang dihasilkan. Yah. Kalau boleh dibilang, passion itu mirip cinta. Ia akan menghasilkan buah terbaik sebagai hasil dari cinta pada pekerjaan itu sendiri.
Ilustrasi: www.pbs.org