Berkah Sepi

enjoy Loneliness

Tadi pagi, sebelum berangkat ke kantor, saya sengaja naik angkutan umum karena cuma menuju ke kantor pos dekat rumah. Di dalamnya sudah ada empat orang anak SMP yang ngerumpi (eh, remaja 90-an banget ya? Hehe). Mereka membicarakan seorang teman lainnya yang menurut mereka lebay. Ada satu komentar yang tertangkap telinga saya tentang si teman ini. Bayangkan cara bicaranya seperti anak-anak alay ya….

“Masa’ dia bilang gue gak bisa gethoo kalo sehari gak megang hape…”

Nah. Itu dia.

Saya yakin banyak di antara kita yang kini menganggap handphone –dalam arti luas, termasuk smartphone dan tablet– sebegitu pentingnya. Berkomunikasi dengan mereka yang nun jauh di sana. Mengabaikan yang di depan mata. Slogan “mendekatkan yang jauh, menjauhkan yang dekat” tampaknya benar adanya.

Padahal, hidup terlalu indah untuk dilewatkan cuma dengan memelototi layar. Saya seringkali heran dengan orang-orang kita, yang saat menunggu sesuatu malah main game di HP. Pantas saja bangsa kita nggak maju-maju. Kalau saya, lebih memilih membaca atau kalau memungkinkan ngobrol dengan orang sebelah. Malah, seringkali saya dipandangi dengan heran kalau tampak mengetik sesuatu di tablet. Minimal saya mengetik tulisan untuk blog ini.  Tapi paling asyik ya menikmati pemandangan. Tidak main game. 

Jangan salah. Saya suka main game. Tapi tidak di tempat umum, melainkan di ruang privat. Rasanya sayang sekali saat sedang di luar ruangan tapi malah tidak menikmatinya.

Itulah yang saya sering lakukan akhir-akhir ini.

Menikmati dunia. Menikmati menjadi manusia. Menikmati berada di negara indah ini.

Saya sering sekali menon-aktifkan perangkat komunikasi atau malah meninggalkannya. Apalagi kalau sedang berada di remote area. Ngapain juga? Wong sinyal saja susah kok.

HP sebagai alat komunikasi seringkali malah jadi pengganggu. Karena pihak di seberang sana kan tidak tahu penerimanya lagi ngapain? Saya jadi teringat pada adegan A Good Day To Die Hard (2013) –resensi bisa dibaca di Resensi-Film.com– dimana John Mc.Clane ditelepon putrinya Lucy justru saat sedang kejar-kejaran dengan penjahat dalam situasi hidup-mati.

Memang saya tipikal manusia yang tidak begitu senang basa-basi, termasuk dengan orang terdekat atau keluarga. Saya lebih senang menikmati apa yang dituliskan oleh Chesterton sebagai “the gift of loneliness, which is the gift of liberty”.

Foto ilustrasi: my.opera.com

Catatan: Kutipan dari Chesterton tadi saya ambil dari tulisan Goenawan Mohamad berjudul Pelan di rubrik “Catatan Pinggir” majalah Tempo edisi 6-12 Januari 2014.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s