Di film The Fifth Estate (2013) ada satu kalimat yang dengan pedas diucapkan Julian Assange kepada Daniel Domscheit-Berg  saat ia mempertanyakan kebijakan mempublikasikan dokumen tanpa diedit. Ada dilema moral memang di sana, tapi di sini saya menekankan pada kalimat Julian yang kira-kira intinya: “Komitmen pada tujuan lebih penting daripada cara mencapainya.” Memang, ini terkesan egois dan menghalalkan segala cara. Namun, sungguh sulit mencapai tujuan di mana orang lain memang tidak melihat ada keuntungan untuk bersama mencapainya.

Setiap orang pada akhirnya akan sendirian. Tak peduli sebesar apa pengikut atau pembantunya. Saat mati, tak ada orang lain yang mau ikut dikubur atau dibakar kan? Memang ada konsep ‘bela pati’ di agama Hindu, tapi itu biasanya terbatas pada pasangan hidup saja. Apa ada anak buah yang mau ikut boss-nya mati?

Komitmen pada tujuan pun sama. Saat sudah untung, saat sudah tenar, saat sudah jaya, semua akan berteriak ingin ikut bersama. Tapi saat masih berjuang, sudah pasti semua kalau bisa menghindar dahulu. Wait and see, begitu kilahnya. Akan tetapi yang lebih tepat adalah jurus “cari selamat sendiri”.

Sayangnya, dalam hal Wikileaks.org, Julian Assange memperlakukan Daniel Domscheit-Berg bak pepatah “habis manis sepah dibuang”. Tak ada rasa terima kasih kepada teman seperjuangan yang justru sudah membuktikan komitmennya di saat orang lain masih tak peduli. Tapi, itu tentu sudut pandang yang ‘pro’ pada Daniel Domscheit-Berg. Kalau sudut pandang yang ‘pro’ Julian Assange malah memandang co-founder  situs Wikileaks.org itu sebagai pengkhianat dan orang yang mengambil kredit atas kerja orang lain. Kalau saya sendiri melihatnya justru versi Daniel Domscheit-Berg yang lebih mendekati kenyataan.

Tujuan pribadi memang sulit dimengerti. Akan tetapi kita harus punya tujuan bersama agar mendapatkan simpati. Dan itu sulit dicapai tatkala kita masih belum menjadi matahari.

Foto ilustrasi: http://whirlwindodyssey.org