Positive Thinking vs Pembenaran

positive thinking

Saya seringkali jengkel pada orang yang tidak terlatih menangani complaint & coaching. Kalau dalam hati saya lantas berdo’a seperti Nabi: “Ya Tuhanku, ampunilah mereka, sesungguhnya mereka tidak tahu,” itu sih tergantung pada kebaikan hati saya. Masalahnya (sulit diganti jadi “tantangannya” kan?) mereka itu seringkali bersikap “sok tahu”. Bayangkan, sudah tidak tahu tapi malah sok tahu. Tipe orang seperti ini barangkali yang disebut oleh Agung Adiprasetyo dalam bukunya “Merebut Matahari” sebagai tipe “bijaksana”. Terlihat bagus? Tidak selalu. Karena orang macam ini berusaha menempatkan diri sebagai “suhu”, “master” atau apa pun sebutannya. Mereka gemar menasehati orang lain tapi tak mampu melaksanakan sendiri apa yang diucapkannya.

Apa sih yang membuat saya jengkel? Saat menghadapi keluhan seseorang, mereka akan bereaksi dengan cara “orang kebanyakan”. Ada 3 cara standar, coba perhatikan, jangan-jangan Anda pernah melakukan salah satunya. Pertama, menolak isi keluhan. Agar mudah saya ambil contoh seorang petugas Customer Service (CS),yang di-complaint oleh pelanggan sebagai berikut, “Ini saya baru beli TV kemarin kok sudah rusak sih?” Ia menjawab, “Rusak bagaimana? Mana mungkin TV baru kemarin sudah rusak?” Cara kedua, mengalihkan, menyamarkan atau menghaluskan diksi bahasa. Istilahnya majas “eufemisme”. Atas keluhan yang sama, CS akan menjawab, “Mungkin bukan rusak Bu, cuma belum bisa menyala saja.” Dan cara ketiga yang paling menjengkelkan, yaitu berbalik menyalahkan pelanggan. Contoh jawaban atas complaint yang sama, jawaban CS adalah: “Ah, mungkin Bapak yang belum tahu cara menyalakan TV saja.” Itu sama saja mengatakan, “Dasar lunya aja yang guoblok.”

Nah, saat menghadapi masalah, seseorang bisa memilih salah satu dari 3 cara itu. Termasuk bila ada seseorang yang sedang mengeluh kepada kita. Cara ketiga paling sering dipakai sebagai bentuk penolakan atas integritas seseorang, seringkali tidak secara sadar dikatakan. Ucapan bernada meremehkan masalah seperti, “Ah, itu kan cuma perasaanmu saja” atau “Bisa jadi itu hanya pendapatmu.” Dalam ilmu coaching & counselling, sama sekali dilarang seorang counsellor untuk berkata seperti itu. Karena kalimat itu berarti penolakan atas pribadi yang bersangkutan (counselee atau pihak yang sedang mengeluh/complaint atau “curhat”).

Sama halnya apabila kita mendapati situasi dimana telah terjadinya suatu akad atau janji yang tidak dipenuhi. Contohnya ada 3 orang berjanji temu di suatu tempat, 2 orang sudah hadir dan menunggu orang ke-3. Setelah berjam-jam ditunggu tidak hadir juga, dikontak melalui telepon, e-mail, BBM, WA, SMS atau Twitter tidak ada kabar juga, akhirnya 2 orang ini pulang. Apa yang biasanya diutarakan untuk “menghibur diri”?  Kalimat seperti, “Mungkin si nomor 3 sibuk, sehingga tidak jadi datang.” Inilah yang sering dilabeli “positive thinking”. Apa betul?

Tidak. Bukan. Salah.

Itu adalah pembenaran alias rasionalisasi a.k.a. dalih bin alasan.

Lalu “positive thinking” itu yang bagaimana? Dari situasi yang sama, orang ke-1 dan ke-2 bisa mengambil beberapa “hikmah” seperti: “Oh, kalau baru begini saja si nomor 3 sudah ingkar janji, berarti kita harus hati-hati melibatkannya dalam bisnis kita” atau “Wah, 5 jam ngobrol sambil menunggu si nomor 3 ternyata membuat kita kenal lebih dekat & banyak peluang baru muncul.”

Itulah “cara berpikir positif”, bukan lantas mencari pembenaran atas kesalahan yang dilakukan. Bagaimanapun si nomor 3 salah, ia sudah ingkar janji untuk datang tanpa pemberitahuan sebelumnya. Membuat 2 orang lainnya menunggu dan tentu memakan sumber daya -waktu, tenaga, uang, pikiran- karena sudah terlanjur datang ke tempat pertemuan yang sudah disepakati bersama.

Got it?

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s