Orangtua & Anak

silhouettes-of-parents-and-kids-credomag comKebanyakan orangtua memasuki “dunia baru” tersebut tanpa persiapan. Menikah hanya memikirkan pasangan dan keluarga besarnya. Belum memiliki konsep bagaimana akan mengasuh anak. Sehingga, yang terjadi adalah anak diasuh dengan pola seperti dahulu orangtua si orangtua mengasuhnya. Artinya, si anak sebenarnya diasuh dengan pola kakek-neneknya. Orangtua satu dekade lalu misalnya masih seringkali memakai cara ini. Akhirnya, anak yang hidup di masa kini harus menderita karena diasuh dengan cara “tempo doeloe” alias “jadul”.

Syukurlah dengan peningkatan kondisi perekonomian masyarakat kita yang GNP-nya sudah menembus US $ 3,000, kesadaran para orangtua untuk memperbaiki diri meningkat. Meski tentu saja, ini belum dinikmati semua kalangan. Walau begitu, saya melihat pertumbuhan kesadaran para orangtua baru untuk belajar. Apalagi kini informasi tersebar luas. Ada yang melalui media cetak, media elektronik maupun media dunia maya (internet). Bahkan kini istilah “parenting class” juga sudah tak asing lagi. Meski sebenarnya lebih berupa sharing session dan belum benar-benar berupa “kelas”.

Naiknya tingkat kesejahteraan masyarakat juga berimbas pada bertumbuhannya “sekolah plus”. Ini adalah sekolah dengan kurikulum yang tidak standar mengikuti buatan Kemendikbud saja, melainkan ditambah muatan internasional dan lokal. Karena “plus”, biayanya juga jelas lebih tinggi. Siswa SD misalnya, sudah dilatih agar lancar berbicara dalam bahasa Inggris. Maka, saya seringkali mendengar di pusat perbelanjaan kelas atas anak-anak kecil berkomunikasi dengan sesamanya atau dengan orangtuanya yang asli Indonesia dengan bahasa Inggris.

Satu hal yang saya amati juga bagus adalah meningkatnya kesadaran orangtua bahwa anak perlu keseimbangan. Dunia anak adalah dunia bermain. Terus-terang saya agak kehilangan dunia masa kecil saya dimana saya dituntut terus berprestasi secara akademis. Padahal, seorang anak perlu bermain dan berteman banyak. Akibatnya, saat dewasa ada gangguan psikologis terutama psiko-sosial yang saya alami. Dan saya perlu konsultasi kepada ahli serta belajar dari banyak buku untuk mengetahui akar masalah dan mencari solusinya.

Maka, saran saya kepada para orangtua terutama yang anaknya masih dalam masa “golden ages” yaitu 0-5 tahun, berilah pola asuh terbaik. Jangan asuh mereka dengan cara orangtua Anda mengasuh Anda. Satu contoh sederhana adalah saya hampir tidak pernah diberikan kesempatan memilih liburan atau hiburan yang saya inginkan. Nah, kini, dengan dunia terbuka luas, berilah kesempatan anak kita untuk memilih. Semoga hidup mereka nantinya lebih bahagia daripada kita.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s