Buku Jendela Dunia

Setiap bulan, saya selalu berusaha membeli buku baru. Insya ALLAH, anggaran selalu saya buku2 Bhayusisihkan untuk yang namanya ilmu dan pengetahuan. “Buku adalah jendela dunia”, sejak SD saya sudah tahu itu. Melalui buku, kita tahu beragam hal, tidak hanya ilmu dan pengetahuan dalam soal teknis, tapi juga non-teknikal termasuk wawasan.

Akhir-akhir ini, banyak buku menarik terbit. Tapi saya menyoroti ada sejumlah buku yang tebalnya seperti kitab suci atau buku telepon. Salah satunya justru karya sahabat saya Yuswohady yang berjudul “Beat The Giant”. Salah satu buku lain adalah terjemahan karya motivator terkemuka Antony Robbins, yaitu “Awaken The Giant Within”. Keduanya cukup murah kalau saya lihat dari perbandingan harga dan tebalnya buku. Termasuk buku antologi karya Ali Hasan yaitu “Marketing dan Kasus-kasus Pilihan”. Buku setebal itu, harusnya bisa dijual seharga 200 ribuan, tapi ini tidak. Malah dua buku yang pertama saya sebut tak sampai 100 ribu saja.

Ada beberapa buku lama yang saya belum sempat punya, juga ikut saya beli. Di antaranya karya sahabat saya Iwel Sastra dan Ippho Santosa. Juga ada karya Jamil Azzaini yang beberapa kali saya ikuti seminarnya, tapi malah bukunya saya ternyata belum punya. Buku terbaru jelas jadi prioritas, sebutlah seperti buku “Ultimate U 2” karya sahabat saya Rene Suhardono yang beken itu. Juga karya kenalan baru yang saya temui di IdeaFest 2013 Handoko Hendroyono berjudul “Brand Gardener”. Semuanya memberi saya pencerahan luar biasa.

Saya merasa sejak lama ingin memiliki perpustakaan sendiri seperti kawan lama saya (tapi saya tidak tahu dia masih ingat saya atau tidak) Fadli Zon. Apalagi mengingat saya punya koleksi lebih dari 3.000 buku. Tapi tentu saja, untuk mewujudkan itu perlu uang tidak sedikit. Karena bangunannya jelas harus didirikan di wilayah memadai yang antara lain bebas banjir dengan akses mudah. Jujur saat ini saya belum memiliki dananya. Semoga saja bisa terwujud segera ya. aamiin.

Sebagai ‘orang kampung’, saya masih merasa jauh lebih nyaman memegang buku yang dicetak daripada e-book. Apa sebabnya? Silau. Mata saya sering sakit kalau membaca e-book berlama-lama. Kedua, e-book berbayar (bukan gratisan yang sering dibagikan saat seminar motivasi) terkunci dengan kriptografi elektronik di gadget tempat kita mengunduhnya. Sehingga, ia tidak bisa dipindahkan ke media lain, misalnya dari tablet ke laptop. Satu-satunya cara justru mencetaknya di digital print. Nah, balik lagi kan jadi buku tercetak?

Sayangnya, saya mendapati memang sulit mencari orang yang memiliki minat baca memadai. Apalagi sekarang orientasi zaman adalah uang. Pintar dalam arti cerdas secara intelektual dianggap kurang penting. Apa yang lebih dihargai orang adalah kecerdikan dalam mengumpulkan kekayaan. Terus-terang, dalam soal ini negara kita aneh. Karena di negara maju, justru ‘orang-orang pintar’ dihargai begitu tinggi, sehingga bisa hidup tenang secara finansial. Di sini, ‘orang pintar’ malah kalah dengan ‘wong pinter sing minteri‘, sebutlah seperti tokoh nasional yang seringkali ditahan KPK di “Jum’at keramat”. Duh…

 

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s