Saya agak panik, tablet saya tiba-tiba hang. Di zaman serba teknologi informasi semacam ini, gadget seolah sudah jadi ‘nyawa kedua’. Walau saya tidak memperlakukannya seperti ‘keris pusaka’ yang harus disanding di samping setiap saat, seperti dua mantan pasangan saya. Tapi keberadaan gadget tetap penting, apalagi bagi saya yang berstatus ‘cowok panggilan’. Hehe.
Tapi, saya mencoba mengambil jarak. Meski tablet merupakan ‘pusat’ dari aktivitas online mobile saya, masih ada handphone dan smartphone. Untunglah nomor official contact SIM Card-nya tidak saya selipkan di tablet. Dan saya sengaja belum memperbaiki tablet itu, justru supaya hidup saya agak tenang. Tidak terlalu ‘berisik’ dan bisa konsentrasi pada beberapa hal lain dalam hidup nyata saya, di luar dunia maya.
Seolah sudah jadi kelaziman, gadget membuat kita “mendekatkan yang jauh”, tapi justru “menjauhkan yang dekat”. Saya paling heran kalau ada alay sedang kongkow di meja yang sama, tapi mereka bukannya mengobrol melainkan sibuk dengan gadget masing-masing. Bahkan di sebuah pelatihan pun, ada saja peserta yang sibuk mengutak-atik gadget-nya. Padahal, pas saya intip, dia cuma melototin FaceBook-nya saja. Halah!
Seperti kata Yudi Latief, kita seakan sudah masuk ke area “hyper-realitas kebudayaan”. Dunia maya membuat kita terbius dalam buaian kenyamanan. Ada orang yang di dunia nyata ‘bukan siapa-siapa’, mendadak begitu eksis di dunia maya. Saya seringkali kecewa saat ‘kopdar’ suatu komunitas, ternyata para “jago dan seleb dunia maya” cenderung tak ramah dan belagu di dunia nyata. Bahkan, ada di antara mereka yang sejatinya ‘pecundang’ di dunia nyata, tapi di dunia maya jadi ‘superhero’.
Maka, daripada panik, saya mengambil hikmah dengan hang-nya gadget saya. Untuk sementara, saya kembali tersadar dari candu dunia maya dan menginjak bumi di dunia realitas.
Alhamdulillah… Yuk, ikut saya keluar rumah. Berolahraga sembari menghirup segarnya udara.
Ilustrasi: dinidiah.wordpress.com