“Urip mung mampir ngombe”
Begitu pepatah bijak orangtua Jawa dahulu. Arti harfiahnya: “hidup itu cuma mampir minum”. Ini sebenarnya sejalan dengan peringatan dalam Islam: “hidup itu cuma untuk mengambil bekal guna perjalanan panjang di akherat”.
Kalau dibandingkan akherat yang selamanya dan kekal, puluhan tahun atau maksimal seratusan tahun hidup di dunia memang terasa sebentar. Bahkan, saat kematian nanti kita seperti terbangun dari mimpi saja.
Di saat hidup ini, kita seringkali tidak menyadari hal ini seperti tipuan. Manusia seringkali mengejarnya bak tidak ada yang lain. Padahal, sebenarnya hidup yang sejati justru di akherat kelak.
Saya sendiri harus berkali-kali dan terus mengingatkan diri, saat mana dunia ini membuat saya sedih. Bahkan, karena ridho ALLAH SWT semata, alhamdulillah beberapa kali saya dihibur langsung oleh ‘orang-orang hebat’, yang akan sombong dan riya’ bila saya sebutkan di sini. Saya merasa malu, saya yang ‘bukan siapa-siapa’ ini begitu diperhatikan oleh beliau-beliau yang mulia. Padahal, saya ini murid yang luar biasa bandel dan bengal. Duh!
Dunia memang membuat kita seolah hidup. Padahal, terbalik. Hiduplah yang membuat dunia ini ada. Bingung ya? Ini agak filosofis. Tuhan adalah Sang Maha Hidup, Ia Yang Sudah Ada sebelum ada itu ada. Nah lho. Tambah bingung deh…
Intinya begini, yang diciptakan lebih dulu oleh Tuhan adalah hidup, bukan dunia. Tanpa dunia yang kita kenal ini, hidup tetap ada. Karena perlu wadah, maka barulah dunia diciptakan. Ini sama seperti air yang sudah lebih dulu ada daripada gelas.
Memahami hal itu semestinya kita sadar, bahwa hiduplah yang harus diperjuangkan. Bukan dunia. Jadi, mari kita perjuangkan hidup kita!
Ilustrasi: masshar2000.wordpress.com