Untuk kesejuta kalinya (hehehe, ini majas pleonasme, dilebih-lebihkan tentunya) saya menghadapi pertanyaan terkait profesi saya. Beberapa kali sebelumnya saya pernah menulis mengenai hal terkait, seperti pada tulisan berikut:
Satu masalah mendasar dari profesi ini adalah tidak banyak yang tahu apa saja yang dikerjakan. Bisa jadi, karena kebanyakan manusia memang berada pada level pekerja biasa dan bukan pengambil keputusan. Sementara, dalam bekerja konsultan berhubungan dengan level managerial ke atas, termasuk dengan pemimpin atau pemilik perusahaan.
Lebih parah lagi, karena pekerjaannya yang memberikan konsultasi kepada client, kini banyak yang mendegradasikan maknanya. Bahkan saat berbelanja di department store, saya mendengar pengumuman panggilan kepada “konsultan”. Padahal, itu adalah pramuniaga. Penyebutan untuk profesi tenaga penjual atau sales person juga seringkali mencatut istilah ini. Bisa jadi ini agar calon tenaga kerja tertarik, karena memang sulit mencari orang yang mau bertahan dengan penolakan.
Padahal, seorang konsultan sejatinya haruslah ahli di bidangnya. Bahkan, ada asosiasi profesinya segala. Memang, secara etimologis siapa saja bisa menjadi konsultan. Contohnya konsultan kecantikan (beautician), konsultan permesinan/perbengkelan (montir) bahkan konsultan masalah pribadi alias tempat ‘curhat’. Namun, konsultan dalam skala perusahaan tentu haruslah seorang yang sangat-sangat ahli di bidangnya. Ini karena konsultan biasanya dipanggil karena salah satu dari sebab berikut:
- Ada masalah yang tak mampu diselesaikan perusahaan
- Sumber daya terutama SDM perusahaan terbatas
- Tenggat waktu yang dimiliki perusahaan terbatas
- Memerlukan penilaian obyektif dan profesional dari pihak ketiga
Konsultan beda dengan pelatih (coach) yang memberi arahan kepada client saja. Seorang (atau tim) konsultan mengambil alih aspek pekerjaan tertentu yang dibebankan client. Ia harus ahli, karena client menganggapnya semacam ‘guru’ atau bahkan dalam kasus tertentu ‘dewa penyelamat’. Apa pun yang direkomendasikan konsultan akan didengarkan oleh client, terutama oleh para petingginya. Namun, tugasnya hanya sebatas itu: rekomendasi. Apakah akan dilaksanakan atau tidak, itu bukan lagi tanggung-jawab konsultan.
Apabila kemudian implementasi juga diharapkan bantuannya dari konsultan, tentu bisa saja. Hanya saja biasanya ‘paket’-nya berbeda. Hal ini akan masuk tahapan selanjutnya dari konsultansi. Konsultansi bukan sekedar konsultasi alias tanya-jawab alias ‘curhat’ belaka. Namun membantu client mencari solusi, sekaligus mengambil alih aspek pekerjaan yang diperlukan.
Jadi, kalaupun mau dianalogikan dengan binatang, konsultan adalah semacam ‘super-animal’. Karena itu lambang konsultan saya (http://bj-consultant.com) juga binatang mitologis luar biasa dahsyat: gabungan naga dan phoenix. Keren kan? (Hehehe, narsis mode on).
Ilustrasi: intel.harriman-house.com