Hari Rabu (4/12/2013) malam, saya menghadiri acara peluncuran buku Mas Wijayanto Samirin, Ph.D. Beliau adalah Wakil Rektor Universitas Paramadina. Bukunya sendiri berjudul “Jendela Hati”, merupakan kumpulan tulisan ringan di luar bidang keahliannya yaitu ekonomi. Kalau membaca bukunya, isinya sangat serupa dengan jenis tulisan di blog yang sedang Anda baca ini. Bedanya, dia “seseorang”, sementara saya bukan siapa-siapa. Jadi, tentu gaung tulisan beliau jauh lebih dahsyat daripada saya yang rakyat biasa ini. Kebetulan editor buku ini adalah teman kuliah S-2 saya, Aan Rukmana. Jelas buku ini makin berbobot karenanya.
Terlepas dari buku dan acaranya, saya menyoroti hikmah yang saya tarik dari para tokoh yang hadir malam itu. Tiga orang yang menarik perhatian saya adalah Pak Jusuf Kalla, Mas Sandiaga Salahuddin Uno dan Mas Anies Baswedan.
Pengisahan keteladanan saya mulai dari Anies Baswedan. Dalam bukunya, Wijayanto menceritakan satu kisah sederhana namun dalam maknanya. Di satu saat, ia diundang sebuah negara Eropa untuk menjadi pembicara di sebuah konferensi internasional. Namun, setelah sempat mengiyakan undangan itu, sekertarisnya mengingatkan bahwa di tanggal yang sama sudah ada jadwal yang disepakati lebih dulu. Anies pun memberitahukan pembatalan itu. Mungkin sampai situ terdengar sederhana, tapi acara yang sudah dijanjikan akan dihadiri Anies adalah pernikahan salah satu mahasiswanya. Sang Rektor sudah kadung berjanji akan jadi saksi pernikahannya. Wah! Sebuah pilihan yang tidak biasa. Ia menolak sebuah kehormatan dari manusia untuk bicara di depan konferensi bergengsi, semata untuk memenuhi janji kehormatan di hadapan Tuhan. Padahal, dari skala logika manusia awam, pilihan bicara di forum internasional lebih prestisius daripada acara keluarga biasa. Tapi, bagi Anies, janji adalah janji. Ia harus ditepati. Dan menyitir ucapannya, “konferensi itu bisa diadakan berkali-kali, tapi pernikahan insya ALLAH hanya satu kali bagi setiap orang. Karena itu lebih penting.”
Teladan kedua datang dari Mas Sandiaga Uno. Pengusaha muda keren dan ganteng yang pernah jadi Ketua HIPMI (Himpunan Pengusaha Muda Indonesia) ini dikisahkan oleh Wijayanto dalam bukunya dalam satu episode menjelang akuisisi IM-3 milik Indosat. Ketika itu, Wijayanto masih menjadi praktisi perbankan dalam posisi sebagai konsultan bagi perusahaan milik Sandi. Saat meeting hendak dimulai dan Sandi seharusnya membuka rapat, pemimpin Saratoga Group ini menghilang. Wija -panggilan akrab Wijayanto- pun mencarinya. Dan… ia menemukan Sandi sedang melaksanakan shalat. Bukan di musholla eksekutif atau ruangan khusus VIP, melainkan di satu sudut sempit tempat para Office Boy/Girl biasa beristirahat. Wow! Ia lebih mendahulukan Tuhannya daripada sebuah deal besar bernilai milyaran! Masya ALLAH.
Terakhir, kisah dari Pak Jusuf Kalla alias JK, mantan Wakil Presiden RI Kabinet Indonesia Bersatu I di era kepemimpinan SBY periode pertama. Seperti pernah saya kisahkan juga, JK ini luar biasa staminanya. Beliau bisa menghadiri begitu banyak acara dalam satu hari-satu malam. Bahkan, acara yang terlihat tidak penting seperti pernikahan putra/putri teman-temannya. Ini saya catat sekali, bahwa sebisa mungkin, kita tidak menolak atau mengabaikan undangan orang lain. Karena itu selain secara duniawi tidak menghargai ‘sahibut bait’, juga seperti ‘menolak rezeki’. Sementara kita yang ‘orang biasa’ sangat sering ‘sok sibuk’, termasuk saya. Ditanya apa kuncinya sehingga di usia yang sudah sepuh beliau bisa tetap dahsyat staminanya, JK menjawab: “Cuma satu, ikhlas.” Di situlah saya tertohok, mak jleb. Saya yang bukan siapa-siapa ini masih sering ‘hitung-hitungan’ saat memberikan sesuatu. Padahal seringkali ‘sesuatu’ itu cuma waktu. Pak JK, bagi yang kenal, akan tahu bahwa ia tidak segan memberikan apa saja. Bahkan jelas, beliau sudah memberikan hidupnya bagi orang banyak dan bangsa.
Semua teladan itu membuat saya pulang dengan merenung. Betapa saya seringkali masih menyia-nyiakan begitu banyak rahmat Tuhan. Berbuat atau merencanakan bertindak dengan masih ‘penuh perhitungan laba-rugi’ atau minimal ‘akuntansi pahala-dosa’. Padahal, justru teladan dari ketiga tokoh di atas menunjukkan sebaliknya. Berikan yang terbaik dari dirimu untuk melayani orang lain, niscaya Tuhan justru menundukkan dunia kepadamu. Insya ALLAH.
Ping-balik: Siapa Mengatakan Apa | LifeSchool by Bhayu M.H.·