Saya beberapa kali mendengar khotbah dari pemuka agama yang mengingatkan bahwa musibah yang kita terima dalam hidup itu bisa berupa cobaan, ujian atau azab. Kalau kita terkena bencana alam, itu berarti cobaan. Karena tak peduli siapa Anda, apapun jabatan Anda, seberapa shalehnya Anda, kalau memang berada di area terdampak niscaya akan terkena. Kalau ujian, itu berarti kita sedang dinaikkan levelnya. Sementara azab justru untuk ‘mencuci’ dosa masa lalu kita.
Saya pribadi merasa kita tidak perlu membeda-bedakan jenis musibah. Hal terpenting adalah cara menghadapi dan mengatasinya. Karena kalau kita mengkotak-kotakkan takutnya kita malah jatuh pada menghakimi orang lain. Lebih baik kita fokus pada penyikapan.
Saat menghadapi musibah, cara terbaik adalah “keluar dari kotak”. Kalau kita masih berada di perspektif korban, memang sulit berpikir jernih. Tapi masalahnya, tidak semua orang punya akses yang sama. Kalau kita tidak punya kerabat untuk mengungsi misalnya, akan sulit pergi dari pengungsian. Demikian pula kalau kita tidak punya akses cukup untuk menyelesaikan masalah. Karena itu, bagi yang memiliki kelebihan, alangkah baiknya bila peduli dengan membuka akses untuk mereka. Selama ini, kebanyakan kita baru akan tergerak bila ada kerabat yang terdampak. Termasuk saya.
Padahal, banyak dari para korban justru kebingungan mencari pertolongan. Kalau yang terjadi adalah bencana alam, bantuan bisa datang dengan sendirinya dari berbagai pihak. Tapi, kalau musibah pribadi, seringkali yang terjadi korban merasa sendirian. Pihak penolong, kalaupun ada, hanya mereka yang kenal langsung dengan korban. Saya sendiri merasakan betapa sulitnya mencari pertolongan. Dan itu membuat saya berpikir untuk mendirikan semacam sentra pertolongan pribadi. Entah kenapa saya merasa di Indonesia belum ada. Yayasan atau lembaga semacam masih bersifat “project based”. Masalah yang ditolong juga masih berupa kemiskinan atau yatim-piatu. Saya agak sulit menerangkannya, tapi lembaga semacam ini sudah ada di Jerman, Skotlandia dan Inggris. Jadi, kalau seseorang tiba-tiba mendapatkan masalah, ia bisa ‘lari’ mencari pertolongan ke sana.
Semoga saja kelak Tuhan memberikan jalan bagi saya untuk menjadi ‘jembatan’-Nya. Walau saya tahu jalan ke sana akan terjal dan curam. Insya ALLAH. aamiin.
Ilustrasi: arrahmah.com