Kemarin, saya menghadiri sebuah acara kopi darat (kopdar) komunitas yang saya ikuti. Cuma sebagai peserta biasa. Bukan sebagai pembicara atau trainer. Agak lucu karena topik serupa justru saya bawakan sebagai trainer dalam pelatihan lain komunitas itu sekitar dua pekan sebelumnya. Setelah pelatihan empat hari yang saya ikuti pekan lalu, menghadiri pelatihan sehari tanpa menginap seperti ini terasa amat ringan memang. Bagaimanapun, saya mencoba merendahkan hati karena ilmu bisa didapat dari mana saja.
Dan alhamdulillah saya betul. Tuhan memberikan banyak manfaat dari acara kemarin. Ada beberapa hikmah yang bisa saya petik. Seperti saya tuliskan dua hari lalu, bahwa sekarang sepertinya Tuhan sedang ‘memperhatikan’ saya. Setiap acara yang saya ikuti atau aktivitas yang saya lakukan selalu ada ‘pesan dari Tuhan’. Luar biasa!
Terlepas dari kesyukuran itu, saya menyoroti satu fenomena unik. Betapa manusia di dunia kita saat ini begitu terkooptasi virus ‘narsisme’. Satu contoh kecil membuat saya geleng-geleng kepala kemarin.
Saat sesi foto, semua orang di ruangan itu berebut mengambil posisi. Lucunya, panitia sama sekali tidak menyediakan kamera. Akhirnya, saya yang memang selalu membawa digital pocket camera ke mana-mana mengeluarkannya. Saat akan menyerahkan kamera kepada panitia, saya bingung karena tidak tampak ada yang hendak memotret.
Saya lantas ingat sempat membayar biaya pendaftaran pada seorang wanita berjilbab yang namanya juga dicantumkan sebagai Contact Person. Maka, karena jelas yang bersangkutan adalah panitia, saya pun menyerahkan kamera saya kepadanya. Apa jawabannya? “Kok aku yang motret sih?” Dia pun segera mengalihkan kamera itu kepada orang lain yang tampaknya justru seseorang yang cuma ‘ketiban pulung’ karena dia sudah bersiap dengan BlackBerry di tangannya. Dan, wanita petugas pendaftaran tadi pun segera ambil posisi di barisan peserta untuk ikut dipotret!
Kejadian ini mengingatkan saya pada saat tahun 2006 saya menghelat acara Sewindu Gerakan Reformasi di Pusat Studi Jepang Universitas Indonesia. Saat itu, di sesi foto bersama Ir. Akbar Tanjung yang pernah menjabat Menteri Perumahan Rakyat di masa Orde Baru, saya disikut salah satu mahasiswa panitia yang ingin mengambil posisi tepat di samping beliau. Padahal, acara itu saya yang mendanai! Astaghfirullah.
Fenomena ini mungkin dianggap wajar oleh sosiolog, apalagi praktisi teknologi informasi. Ini ditunjang dengan adanya social media platform yang memang mengedepankan narcissisme. Akan tetapi, seharusnya kita ingat, bahwa agama –terutama Islam- melarang manusia bersikap sombong, ujub dan riya’. Narsis dapat membawa manusia ke jurang setan itu dengan mudah. Hati-hati!