Sudah cukup lama saya tidak ikut pelatihan. Karena selama ini saya malah jadi pelatih (trainer)-nya. Selama empat hari kemarin, saya mengikuti pelatihan yang diadakan oleh sebuah kementerian. Tanpa seleksi, cuma perlu mendaftar. Walau begitu, ternyata saat sambutan pihak penyelenggara menyebutkan bahwa kuota untuk ikut acara itu terbatas. Oke deh…
Saya merasakan hal-hal yang tidak nyaman selama di sana. Namun, saya coba mengatasinya. Dalam hal ini, saya ingin mengalahkan batasan zona nyaman saya sendiri.
Apa yang di luar zona nyaman saya? Menjadi orang biasa, yang tak diperhatikan, yang diremehkan, tapi tanpa membalasnya. Karena terus terang sebagai orang sombong, saya ini selalu ingin jadi pusat perhatian. Dan di pelatihan itu, tidak.
Lebih dari itu, saya mengelaborasi bahwa kondisi ultra-depresi yang saya alami mulai berpengaruh ke kondisi fisik. Beberapa kali ada kejadian yang membuat saya nyaris celaka. Ada pula yang membuat saya malu. Semata karena kurang konsentrasi.
Berbeda dengan kebanyakan orang, saya menerapkan prinsip “kaizen” secara ketat pada diri sendiri. Makna pelatihan sendiri merupakan sebuah sarana untuk mengembangkan ketrampilan dan kompetensi diri. Jadi, justru dengan pelatihan seperti ini kita mengingatkan diri sendiri untuk terus bertumbuh.
Mungkin orang yang pernah bekerja bersama saya sebagai pegawai di perusahaan orang lain akan tidak melihatnya. Misalnya saat saya memutuskan melawan perintah atasan dan membolos kerja untuk mengerjakan proyek di luar kantor. Tapi, itu sebenarnya adalah satu cara saya memberikan penghargaan kepada diri saya sendiri. Saya layak mendapatkan yang lebih baik daripada yang diberikan oleh kantor tersebut.
Dalam pelatihan tersebut, saya menahan diri untuk tidak menonjolkan diri. Pelatihan yang saya alami dua sekaligus, pelatihan di dalam kelas dan di luar kelas. Pengendalian diri.
Lucu rasanya, karena orang lain tak peduli apa yang terjadi pada hidup Anda. Saat orang lain sibuk memikirkan anak atau istrinya yang ditinggal di rumah selama empat hari, saya mengalami masalah lain yang lebih pelik. Saat peserta lain fokus konsentrasi pada membuat proposal, perhatian saya terpecah pada masalah di luar sana yang saya hadapi. Multi fokus.
Saya menyadari, sebenarnya, setiap hari adalah ‘pelatihan hidup’. Berbeda dengan pelatihan biasa yang cuma beberapa hari, ‘pelatihan hidup’ itu setiap hari tanpa henti. Dalam hidup, tak boleh ada kata lelah. Karena berbeda dengan pelatihan biasa yang ada akhirnya dan ada waktu ujian yang jelas, dalam hidup kita harus siap setiap saat.