Bagi yang sering ikut pelatihan atau seminar atau membaca buku motivasi, tentu tahu arti istilah dalam bahasa Jepang itu. Arti harfiahnya “pengembangan” atau “berubah menjadi lebih baik”, namun lebih sering diartikan “perbaikan terus menerus”. Awalnya digunakan di dunia industri Jepang untuk mencari cara berproduksi secara lebih efisien dan efektif. Metodenya saintifik dan ilmiah, sehingga bisa diaplikasikan sehari-hari di lingkungan lain di luar manufaktur bersangkutan.
Semula dikembangkan untuk membantu kebangkitan Jepang pasca Perang Dunia II, metodenya diinisiasi oleh W. Edwards Deming. Ia mengembangkan metode statistik yang bisa diterapkan pada dunia industri di Jepang. Toyota adalah salah satu industri pertama dan terdepan menerapkannya. Modelnya sering disebut sebagai lingkaran “Deming/Shewhart Cycle”, namun lebih dikenal sebagai PDCA. Ini adalah kepanjangan dari “Plan-Do-Check-Act”, yang kemudian dikembangkan menjadi “Problem Solving-Display-Clear-Acknowledge”. Putaran ini terus berlanjut begitu sampai ke A, maka akan kembali lagi ke P.
Anthony Robbins sebagai pakar manajemen dan motivator kemudian mempopulerkan kembali penggunaan konsep Kaizen ini. Dalam bukunya yang terkenal Awaken The Giant Within (1992) ia mengaplikasikan prinsip-prinsip ini menjadi model pengembangan pribadi. Dari sinilah kemudian masyarakat di luar dunia industri mengenalnya.
Secara mendasar, prinsip ini terdengar tidak baru dan mudah. Tapi, sungguh perlu kedisiplinan, konsistensi dan pelatihan diri yang ketat. Justru itulah yang membuat orang Jepang maju.
Sementara kita, seringkali merasa cukup cuma dengan mengikuti 1-2 hari seminar. Mengerjakan 1-2 tugas pelatihan. Atau malah sekedar membaca buku. Padahal, pelaksanaan kaizen itu seumur hidup. Sama saja dengan prinsip “belajar hingga ke liang kubur” yang digemakan oleh hadits Nabi.
Kuatkah kita? Harus kuat!
Ilustrasi: www.restorationfitness.net
Ping-balik: Kaizen | Usahawan Pembelajar·