Apabila kita membaca buku-buku keagamaan, kita diyakinkan bahwa keajaiban hanya bisa terjadi pada orang-orang suci. Dalam Islam, ada berbagai tingkatan keajaiban ini. Seperti mukjizat yang hanya khusus untuk para Rasul dan Nabi, karomah untuk para wali, irhas untuk calon Rasul atau Nabi dan ma’unah untuk seorang mukmin biasa. Dalam pengabaran Bible di Indonesia, kata mukjizat juga diserap cuma dimaknai berbeda karena dianggap bisa terjadi pada siapa saja.
Tapi, seringkali kita tidak sadar, bahwa Tuhan Yang Maha Kuasa memberikan keajaiban setiap hari. Ada yang acak, ada yang sudah sunatullah. Keajaiban paling nyata adalah hal yang kita sebut “kebetulan”. Coba pikirkan, dari sekian banyak orang di dunia -tercatat kini ada 6 milyar- bagaimana “radar Anda” (mengutip Maudy Ayunda dalam lagu “Perahu Kertas”) bisa menemukan pasangan Anda? Saya sendiri merasakan, begitu tidak “terhubung”, sulit untuk kebetulan bertemu seseorang. Sebuah “kebetulan” kecil juga pernah saya rasakan misalnya saat diizinkan Tuhan membalas budi pada seorang kawan lama (baca kembali artikel Fotografer Tak Berkamera ini). Itu sebenarnya keajaiban. Dalam bahasa ilmiahnya disebut “Butterfly Effect”, yang meyakini tak ada kebetulan di dunia dan semua hal selalu berkaitan.
Contoh lain sering saya lihat saat mengemudi. Banyak pengemudi motor yang seharusnya secara logika “celaka” karena cara mengemudi mereka yang ceroboh, tapi keajaiban terjadi karena mereka selamat setiap hari. Kalau di film-film komedi atau kartun, saya beberapa kali melihat keajaiban terjadi tapi si tokoh tidak sadar. Misalnya saat ia lewat cuma beberapa detik di belakangnya ada pot atau tangga jatuh.
Akan tetapi, dalam kebanyakan proses kehidupan, keajaiban tak bisa diharapkan tanpa usaha. Kita minimal harus memulai dulu, baru kemudian menyerahkan hasilnya pada Tuhan. Ini dalam Islam disebut tawakkal. Hanya harus digarisbawahi, ada ikhtiar yang harus dilakukan dulu, barulah kita bisa bicara “manusia berusaha, Tuhan menentukan”. Kalau kita tidak usaha, jelas tak ada hasilnya. Hukum “tabur-tuai” yang diyakini semua agama berlaku di sini.
Hukum ini berlaku bagi semua orang, bahkan bagi yang tak percaya sekali pun. Karena itu Rhonda Byrne dalam buku larisnya The Secret (2006) menganjurkan kita selalu “berpikir positif”. Saya sendiri sempat menentangnya karena melihat ada ketidaklogisan dalam alur pemikiran buku itu (baca lagi artikel berjudul “Kemuskilan The Secret & Law of Attraction”) yang saya buat sampai dua bagian berseri. Tapi, kini saya malah mengalami sendiri berbagai keajaiban dalam hidup. Semata karena berpikir dan bertindak (baca: ikhtiar) positif. Satu contohnya adalah saya akhirnya menemukan pertolongan yang saya cari-cari selama ini, karena tindakan kecil: mem-posting di group WhatsApp sebuah komunitas. Walau sempat membuat “panas” karena ada yang mendebat, tapi Tuhan “mengulurkan tangan”-Nya. Alhamdulillah. Ternyata keajaiban memang terjadi setiap hari.
Foto: www.psychologytoday.com