Beberapa hari ini kota-kota besar Indonesia diguncang demonstrasi buruh. Saya makin heran pada tuntutan mereka yang tidak masuk akal. Entah siapa yang menyetir atau mengarahkan. Karena selain tuntutan kenaikan UMP (Upah Minimum Provinsi) yang terus-menerus tiada henti, juga ada tuntutan lain yang makin tidak masuk akal. Saking tidak masuk akalnya membuat tertawa karena aneh.
Misalnya dalam demonstrasi di Cikarang dan Bekasi, ada tuntutan agar buruh diberikan “tunjangan bedak”. Eaaa…. Kalau otak kita “lurus”, akan tahu bahwa itu sebangun dengan tunjangan pakaian untuk pejabat yang konon mencapai milyaran. Itu berarti tunjangan untuk gaya hidup.
Kalau itu dikabulkan, niscaya daftarnya tak akan ada habisnya. Akan ada tunjangan lipstik, tunjangan tas, tunjangan oli, tunjangan odol, dan sebagainya, dan lain-lain. Konyol sekali kan?
Saya tahu, ada buruh-buruh yang memang hidup menderita karena upah tak layak. Tapi ini kasuistis, jangan digeneralisir. Sederhananya begini, kalau memang buruh itu kompeten dan memiliki kemampuan memadai, niscaya ia tak akan digaji rendah bukan? Maka, yang harus dibuka seluas-luasnya adalah akses untuk meningkatkan taraf hidup terutama melalui pendidikan.
Apa yang saya setuju dari tuntutan buruh adalah penghapusan sistem alih daya atau outsourcing. Juga sistem kontrak pendek yang cuma beberapa bulan atau maksimal 2 tahun. Kedua hal ini membuat buruh tak punya kepastian pemasukan. Apabila mereka memiliki keluarga, tentu akan sangat riskan.
Namun apabila pengusaha harus mengakomodir semua tuntutan serikat buruh, tentu akan merugikan iklim usaha dan perekonomian secara nasional. Seperti saya Twitt-kan di Twitter @BhayuMH, saya berpendapat bahwa tuntutan dalam demontrasi buruh beberapa waktu terakhir semata rekayasa dari para elite serikat buruh. Tidak semua buruh sependapat dengan mereka.
Di samping itu, apabila tuntutan gila-gilaan kenaikan gaji itu dipenuhi, niscaya banyak pengusaha terutama UMKM akan gulung tikar. Ketika itu terjadi, pasti ekonomi nasional akan terpukul. Sudah pasti para pengusaha akan menaikkan harga jual produknya untuk menutupi biaya termasuk gaji buruh. Ini berarti akan berimbas pada kenaikan harga-harga di pasar. Belum lagi besaran kenaikan gaji ini pasti akan diikuti inflasi, ini akan berimbas langsung pada inflasi.
Maka, siapa yang menderita kalau begini? Rakyat.
Dan rakyat bukan cuma buruh. Bahkan buruh bukan cuma yang berdemo. Masih banyak yang mau kerja baik-baik dan benar tanpa terhasut oleh para elite serikat buruh. Rakyat tidak semua punya gaji bulanan seperti buruh. Ada petani, nelayan, dan pekerja sektor informal lainnya. Kalau kenaikan harga tak tertanggungkan, sudah pasti rakyat menderita.
Apakah kita sebagai bangsa dengan 220 juta penduduk mau menanggung itu semua demi gaya hidup buruh yang menginginkan tunjangan bedak? Jawabannya tentu tegas: tidak. Tinggal pemerintah sekarang hendak membela siapa: rakyat atau para elite serikat buruh?
Foto: www.republika.co.id