Menjadi Rujukan

Reference-DocumentSaya makin bersemangat menulis saat tahu karya tulis saya berguna bagi orang lain. Seringkali, bagi rakyat biasa seperti saya, mendapatkan komentar atau tanggapan apalagi “like” untuk tulisan saya sangat minimalis. Akan tetapi, hari ini, tulisan saya di milis (mailing-list) tdajaksel@yahoogroups.com mendapatkan tanggapan cukup bagus. Bahkan seorang anggota yaitu Pak Adhe Nafi meng-copas dan men-share-nya di milis lain. Tulisan itu berjudul “Sibuk? Nggak Tuh…” (salinan tulisan ada di situs bhayu.net, bisa dibaca dengan mengklik tautan ini).

Saat saya memantau statistik blog ini, saya lebih gembira lagi. Ternyata beberapa tulisan saya menjadi rujukan adik-adik yang masih bersekolah. Terutama tulisan berjenis “sejarah”. Ada yang mencantumkan sumber dan tautan, tapi rupanya ada pula yang lupa. Tapi dari artikel yang dikunjungi, saya tahu tulisan saya jadi rujukan untuk karya tulis tugas sekolah mereka. Alhamdulillah.

Beberapa tulisan saya juga jadi rujukan untuk buku. Dengan “tangan Tuhan”, saya mendapati buku-buku itu di antara ribuan buku di rak toko buku. Dan tulisan yang jadi rujukan rupanya masih bertema “sejarah”.  Lucu. Padahal saya malah bukan sejarawan dan tidak punya latar belakang ilmu  ini sama sekali. Untuk tema lain seperti “bisnis”, “wirausaha”, “komunikasi”, “pemasaran” atau “pencitraan” rupanya tulisan saya belum termasuk yang pantas dirujuk. Padahal, itulah kompetensi saya sesungguhnya.

Cuma itu kegembiraan saya sebagai penulis blog. Karena Anda tahu, blog ini “gratisan” sehingga tidak mungkin dipasangi iklan. Kalau Anda melihat ada iklan, itu bukan saya yang memasang melainkan sistem WordPress-nya. Jadi, saya sama sekali tidak mendapatkan keuntungan finansial langsung apa pun.

Dari statistik pula saya tahu bahwa mesin pencari Google merekomendasikan “memilih nama usaha” di tempat pertama. Tak heran, artikel tahun 2008 tersebut menjadi “top post” sepanjang masa blog ini. Banyak pembaca yang berkonsultasi dengan saya di sana. Sama seperti “hukum benih”, cuma ada beberapa yang mau mengontak saya secara profesional untuk mendapatkan nasehat atau konsultasi. Kebanyakan maunya “gratisan”. Sudah begitu ada satu-dua yang begitu menuntut termasuk langsung menghubungi via telepon. Tapi setelah saya penuhi  tuntutannya secara gratis, ia malah melenggang begitu saja tanpa bilang “terima kasih” sedikit pun. Astaghfirullah.

Dulu, saya jengkel pada tipe orang semacam ini. Tapi sekarang, semua saya ikhlaskan. Insya ALLAH lillahi ta’ala. Saya anggap diri saya seperti orang lokal atau polisi yang ditanya arah jalan oleh orang luar kota,  musafir atau orang nyasar. Atau seperti orang yang diminta bantuan mendorong mobil mogok di jalan. Kalau saya mampu, insya ALLAH saya bantu. Kalau diberikan imbalan finansial ya alhamdulillah, kalau tidak insya ALLAH saya sudah dapat pahala.

Bahkan saya mencabut niatan “mogok mengajar” di sebuah komunitas karena dulu saya merasa tidak dihargai dan malah dicurigai niat baik saya. Tapi, saya meminta agar nama saya tidak dipublikasikan. Semata agar saya tidak riya’. Masa’, sudah mengajarnya gratisan, pahala juga tidak dapat? Rugi kan?

Maka, bila Anda menjadikan tulisan saya rujukan atau inspirasi, kalau Anda sempat dan berkenan, beritahukan saya. Tulislah komentar, tekan tombol “like” dan terutama cantumkan tautan. Buat saya tersenyum senang. Ini akan menjadikan saya makin bersemangat berbagi kepada Anda semua, my fellow LifeLearner.

Ilustrasi: blog.marketing.ai

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s